"Kalau dinaikkan pada bulan ini, berarti BI akan terlalu mendahului, nanti repot merespons pas di bulan Maret-April. Jadi baik bagi BI menjaga suku bunga tetap di posisi sekarang," ujar Pieter kepada Okezone.
Ekonom Indef Eko Listiyanto juga menilai BI akan menahan suku bunga acuannya. Kendati demikian, dia melihat masih ada ruang untuk Bank Sentral ini menurunkan suku bunganya.
Hal ini didasari nilai tukar Rupiah yang menguat di kisaran Rp13.300 per USD, cadangan devisa yang mencapai USD130 miliar, serta inflasi sepanjang 2017 yang terjaga di 3,61%.
"Kalau lihat perkembangan berbagai indikator makro ada ruang penurunan, katakanlah 25 bps, saya rasa ada peluang," kata dia kepada Okezone.
Baca Juga: Apa Alasan BI Tahan Suku Bunga Acuan di 4,25%?
Namun, menurutnya dengan melihat risiko global maka akan menjadi pertimbangan bagi BI untuk cenderung membuat suku bunganya dipertahankan. Risiko global yakni gejolak harga komoditas minyak yang masih dalam tekanan tinggi, serta politik AS yang saat ini juga tengah memanas akibat beberapa kebijakan yang dikeluarkan Trump.
"Peluangnya 60% di tahan. Risiko global masih keliatan, harga minyak akan mempunyai implikasi nilai tukar. Juga melihat komposisi dana investasi in flow sebagian besar jangka pendek serta harga stabilitas nilai tukar yang terjaga, suku bunga akan di tahan," jelasnya.
Untuk diketahui, sejak awal 2016 hingga saat ini Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan 7-day Reverse Repo Rate secara bertahap hingga 200 bps. Sepanjang 2017, BI telah menahan suku bunga acuannya di level 4,25% selama tiga kali berturut-turut sejak Oktober hingga Desember.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)