 
                
JAKARTA - Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi sudah mulai kelihatan sejak semester dua tahun lalu, ternyata dampaknya belum berimbas positif terhadap industri rokok. Sejumlah data memperlihatkan penjualan rokok sepanjang Januari turun dibanding tahun lalu. Meski angka ini belum bisa menjadi cerminan untuk keseluruhan tahun ini.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh PT Bahana Sekuritas, volume penjualan rokok secara industri turun sebesar 7% menjadi 23,1 miliar batang pada akhir Januari dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sesuai dengan perkiraan Bahana, produsen rokok kecil mengalami volume penurunan yang lebih besar seperti penjualan Djarum turun sebesar 11,7%, Norojono turun sebesar 19,6%, sedangkan volume penjualan Gudang Garam turun sebesar 4,8% dan Sampoerna mengalami penurunan sebesar 3,7%.
''Penurunan ini baru terjadi satu bulan, jadi masih terlalu dini untuk menjadi cerminan keseluruhan tahun, kami masih akan menanti data-data pendukung lainnya,'' papar Analis Bahana Michael Setjoadi seperti dilansir dari keterangan terulisnya, Kamis (22/3/2018).
Menurutnya, jika dalam beberapa bulan kedepan volume penjualan tetap berada pada kisaran 23%, volume penjualan industri pada kuartal dua akan turun sekitar 2% secara tahunan.
Dia melanjutkan, penurunan penjualan ini tidak terlepas dari naiknya harga jual rokok yang dilakukan oleh produsen rokok untuk menutupi kenaikan cukai rokok sebesar 10,04% yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 1 Januari 2018. Bahana memperkirakan produsen rokok tier 1, menaikkan rata-rata harga jual rokok sekitar 5% - 5,5%.
PT HM Sampoerna menaikkan rata-rata harga jual rokok sebesar 7% secara tahunan pada kuartal pertama tahun ini, sedangkan PT Gudang Garam lebih konservatif dalam menaikkan rata-rata harga jual yakni sekitar 4,3% dibanding periode yang sama tahun lalu, yang berimbas pada perolehan laba perseroan.
Bahana pun memperkirakan pendapatan Sampoerna pada kuartal satu akan naik sekitar 3,8% secara tahunan, dengan proyeksi kenaikan laba bersih sekira 1,3% menjadi Rp3,33 triliun.
Sedangkan Gudang Garam, meski diperkirakan akan mengantongi kenaikan pendapatan sekitar 2,4% pada kuartal pertama 2018 dibanding periode yang sama tahun lalu, laba bersih diperkirakan akan turun sebesar 13,3% menjadi Rp1,64 triliun.
Dengan melihat turunnya volume penjualan untuk jangka panjang akibat kenaikan cukai rokok, Bahana masih mempertahankan rekomendasi Netral atas saham rokok.
Sedangkan untuk jangka menengah, Bahana lebih menyukai saham Gudang Garam (GGRM) dengan target harga sebesar Rp92.000 per lembar, sedangkan rekomendasi tahan untuk saham Sampoerna (HMSP) dengan target harga Rp4.600 per lembar.
Bila ternyata volume penjualan industri rokok sepanjang 2018 diperkirakan turun sebesar 7% dibanding tahun lalu, Bahana memproyeksikan pendapatan HMSP akan turun sekitar 4,6% menjadi Rp101,22 triliun dari perkiraan semula sebesar Rp106,07 triliun untuk sepanjang 2018, dengan perkiraan laba bersih turun sekitar 7% menjadi Rp12,77 triliun dari perkiraan semula untuk sepanjang 2018 sebesar Rp13,75 triliun.
Sedangkan pendapatan GGRM diperkirakan bakal turun sebesar 4,5% menjadi Rp87,79 triliun dari perkiraan semula sebesar Rp91,96 triliun, dengan perkiraan laba bersih bakal tergerus sebesar 18,5% menjadi Rp6,84 triliun dari perkiraan semula sepanjang 2018 sebesar Rp8,39 triliun.
Pada akhirnya berdampak pada penurunan target harga HMSP menjadi Rp3.900 per lembar saham, dan target harga GGRM menjadi Rp62.200 per lembar saham.
(Martin Bagya Kertiyasa)