Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Astra Agro Bagi Dividen Rp904,5 Miliar

Koran SINDO , Jurnalis-Rabu, 11 April 2018 |10:40 WIB
Astra Agro Bagi Dividen Rp904,5 Miliar
Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA - PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) membagikan dividen sebesar Rp904,5 miliar atau setara 45% dari laba bersih 2017 sebesar Rp2 triliun. Perseroan akan menyetor dividen tunai kepada pemegang saham sebesar Rp322 per saham pada 9 Mei 2018.

Sebelumnya, Grup Agri bisnis PT Astra International Tbk (ASII) ini telah membagikan dividen interim Rp148 per saham pada 19 Oktober 2017. “Jadi, total dividen yang dibagikan perseroan Rp470 per saham,” ujar Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Santosa seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta.

Menurut dia, Astra Agro pada 2017 membukukan laba bersih sebesar Rp2 triliun. Pencapaian ini, kata Santosa, setingkat dengan pencapaian 2016. “Pada 2017, Astra Agro tidak lagi menikmati keuntungan selisih kurs mata uang asing,” kata Santosa.

Menurut Santosa, laba bersih pada 2017 pada dasarnya sama dengan 2016. Pada 2016 perseroan ada keuntungan atas nilai tukar, sementara pada 2017 sudah tidak menikmati keuntungan atas nilai tukar. “Sampai lima tahun ke depan harusnya tidak ada lagi karena kita sudah melindungi nilai tukar (hedging) dengan cross currency swap. Itulah kenapa pendapatan meningkat, tapi laba bersih tetap,” ungkap Santosa.

Tahun ini, Santosa berharap la ba bersih bisa lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Walaupun dia pesimistis kinerja pada kuartal I/2017 bisa sebaik tahun lalu (yoy). “Januari-Februari produksinya tidak sebaik tahun lalu. Maret baru mulai ada peningkatan. Saya yakin, kinerja kuartal I tahun ini pasti di bawah tahun lalu,” ujar Santosa.

Sementara itu, pendapatan bersih Astra Agro pada 2017 mencapai Rp17,3 triliun atau mengalami kenaikan sekitar 22,6% jika dibandingkan 2016 sebesar Rp14,12 triliun. Kinerja keuangan yang positif ini ditopang oleh kenaikan produksi tandan buah segar (TBS) dari perkebunan inti dan plasma. “Selain itu, juga karena meningkatnya pembelian buah dari pihak ketiga serta kenaikan harga jual rata-rata minyak sawit mentah (crude palm oil /CPO),” katanya.

Santosa memaparkan, produksi TBS dari kebun-kebun inti dan plasma naik 7,2% dari total 4,87 juta ton pada 2016 menjadi 5,23 juta ton pada 2017. Selain pasokan buah dari kebun inti dan plasma, perseroan juga mencatat peningkatan pembelian TBS dari pihak ketiga yang tumbuh sebesar 6,0% dari 2,54 juta ton pada 2016 menjadi 2,69 juta ton pada 2017.

Kenaikan produksi TBS dari kebun inti dan plasma serta kenaikan pembelian TBS dari pihak ketiga, kata Santosa, mendorong peningkatan produksi CPO sebesar 5,1% dari 1,55 juta ton pada 2016 menjadi 1,63 juta ton pada 2017.

Selain produktivitas yang terus membaik, kinerja keuangan yang positif ini juga didorong oleh kenaikan harga rata-rata penjualan CPO pada 2017 yang naik sebesar 6,5% dari Rp7.768 per kg pada 2016 menjadi Rp8.271 per kg pada 2017.

Menurut Santosa, perseroan tetap menjalankan program-program efisiensi di seluruh lini operasional. Langkah ini juga memberikan dampak positif secara keuangan sehingga Astra Agro dapat menghasilkan laba operasional 2017 sebesar Rp3,0 triliun, tumbuh 14,8% di bandingkan tahun sebelumnya.

Perseroan tetap optimistis sektor perkebunan kelapa sawit akan terus tumbuh positif. Astra Agro juga terus melakukan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan melakukan diversifikasi usaha yang masih terkait dengan usaha utama perseroan.

Selain fokus di sektor perkebunan kelapa sawit, perseroan terus mengembangkan usaha produk hilir sawit, pengoperasian pabrik percampuran pupuk NPK (fertilizer blending plant), serta integrasi sawit-sapi.

Sementara itu, Wakil Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Joko Supriyono berharap, In dia menurunkan tarif impor CPO. “Pemerintah kita terus melakukan negosiasi dengan In dia agar tarif tinggi yang diterapkan tidak berlangsung dalam jangka waktu yang lama,” ujar Joko Supriyono yang juga Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) ini.

Menurut dia, Indonesia memiliki pasar alternatif baik itu ke Pakistan, Bangladesh, dan Afrika. Karena itu, Indonesia harus melakukan diversifikasi pasar ekspor CPO.

Hal ini perlu dilakukan menyusul adanya hambatan ekspor yang dilakukan oleh negara tujuan ekspor. Seperti yang dilakukan China dan India yang menaikkan tarif impor CPO.

“Eropa selama ini ngancam-ngancam terus, tapi sebenarnya volume ekspor kita ke Eropa terus meningkat. Pemerintah kita terus melakukan lobi Eropa. Ki ta sih berharap pelarangan itu bisa ditunda atau bahkan di hilang kan,” katanya.

(Sudarsono)

(Martin Bagya Kertiyasa)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement