JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) anjlok sekaligus menembus level paling dalam yakni Rp14.500-an per USD.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, pelemahan mata uang Garuda ini masih dipicu faktor ekonomi global. Faktor utamanya adalah pernyataan Gubernur Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell.
Powell menyatakan, bahwa ekonomi AS berada di titik puncak selama beberapa tahun terakhir. Hal itu ditandai salah satunya dengan inflasi Negeri Paman Sam yang mencapai target The Fed sebesar 2,0%.
Pernyataan Powell, ini diterjemahkan sebagai sinyal kenaikan suku bunga acuan The Fed, sehingga mendorong penguatan Dolar AS dan berujung pada pelemahan Rupiah.
"Jadi gabungan dari The Fed yang memang konfirmasi akan naik. Terus sempat tadi malam Presiden Donald Trump mengkritik The Fed menaikkan bunga, kemudian direvisi pernyataan itu bahwa Trump menghormati independen Bank Central AS, sehingga kemudian USD indeks naik ke atas 95, jadi dolarnya menguat," kata dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Penguatan Dolar AS terus mempengaruhi pergerakan mata uang global, tidak terkecuali China. Dalam dua hari terakhir Yuan China terdepresiasi hingga 6,7%, bahkan tadi pagi capai 6,8%. Kemudian Bank Central China intervensi sehingga depresiasi Yuan China turun di bahwa 6,8%.