JAKARTA – Pemerintah memutuskan mengeluarkan Blok Makassar Strait dari proyek ultra laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD) yang rencananya akan digarap PT Chevron Pacific Indonesia.
Keluarnya Blok Makassar Strait dari proyek IDD membuat target produksi proyek IDD mundur dari rencana semula, yaitu pada 2021.
“Karena Makassar Strait take out sehingga di evaluasi ulang. Jadwal produksi mundur,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, Chevron perlu melakukan evaluasi kembali proposal proyek IDD mereka. Evaluasi itu diperlukan bagi Chevron pasca keputusan pemerintah mengeluarkan Blok Makassar Strait dari proyek IDD.
Djoko mengatakan, pemerintah memberikan waktu paling tidak tiga bulan dari Agustus ini untuk Chevron memutuskan apakah akan melanjutkan proyek IDD atau tidak.
“Dia belum ngomong detailnya, tapi dia bilang mau evaluasi ulang,” ujarnya.
Djoko menjelaskan, dengan keluarnya Blok Makassar Strait dari proyek IDD, maka dipastikan akan memengaruhi investasi dan target produksi. Pasalnya, proyek yang semula ditargetkan akan berproduksi pada 2021 ini berpotensi tidak sesuai target.
“Proyeksi investasinya kan jadi turun karena Makassar Strait di take out. Produksinya juga nanti jadwalnya mundur. Ya tidak sampai setahun sih, paling mundur bulannya saja,” katanya. Pihaknya memberikan tenggat waktu kepada Chevron untuk menyelesaikan revisi proposal pengembangan atau Plan of Delevopment (PoD) IDD selama tiga bulan ke depan.
Adapun pada akhir Oktober nanti harus sudah ada kejelasan proposal dari Chevron. Djoko mengatakan, kelonggaran tersebut diharapkan jadwal operasi proyek IDD tidak mundur terlalu jauh atau tidak lebih dari tiga bulan. “Kita beri waktu tiga bulan dari sekarang. Oktober harus selesai,” kata dia.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), proyek ini dipatok bisa beroperasi mulai dari kuartal empat 2023. Adapun proyek IDD ini terdiri dari tiga blok, yakni Makassar Strait, Rapak, dan Ganal.
Ketiga blok tersebut memiliki masa kontrak berbeda. Kontrak Blok Makassar Strait akan berakhir 2020. Sementara Blok Rapak kontraknya berakhir 2027 dan Blok Ganal habis pada tahun 2028. Sementara itu, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar membenarkan, jika ketiga blok itu memiliki masa waktu habis kontrak yang berbeda-beda.
Terkait Blok Makassar Strait yang lebih dulu habis masa kontraknya, pemerintah berniat mempercepat lelang agar produksi dalam negeri bisa dijaga. Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, dengan keluarnya Makassar Strait dari proyek IDD, Chevron hanya mengelola dua blok dalam mengembangkan proyek itu, yakni Blok Ganal dan Rapak.
Berdasarkan kajian pekerjaan desain awal atau prefront end engineering design (pre-FEED) yang telah selesai Juni lalu, menyebutkan Chevron berencana membangun pipa bawah laut untuk mengambil produksi dari Lapangan Maha. Namun, karena Chevron memutuskan tidak mengembangkan Blok Makassar Strait, opsi tersebut gagal.
“Untuk saat ini cost-nya jadi berapa sedang dihitung,” kata dia. Berdasarkan hitungan, investasi tahun 2013 yang diajukan Chevron menunjukkan biaya yang dibutuhkan proyek tersebut meningkat hampir dua kali lipat dari sekitar USD6,9 miliar menjadi USD12 miliar.
Penyebabnya karena kenaikan harga minyak. Proyek IDD tahap kedua ini diperkirakan memiliki potensi total produksi gas alam sekitar 3 triliun kaki kubik. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai wajar jika Chevron meminta waktu mengevaluasi kembali revisi rencana pengembangan proyek IDD.
Selain faktor rencana keluarnya Blok Makassar Straits, juga fluktuasi harga minyak dunia dan teknis operasi sebagai porsi penentu keekonomian proyek. “Dengan berbagai perkembangan yang ada, sebenarnya wajar jika ada penyesuaian,” kata dia.
Menurut dia, potensi proyek IDD masih besar sehingga kemungkinan besar Chevron tetap akan melanjutkan proyek tersebut. Di samping itu, Chevron juga telah berkomitmen untuk tetap berinvestasi di Indonesia, walaupun Blok Rokan sebagai blok penyumbang terbesar produksi minyak nasional itu diserahkan pemerintah kepada Pertamina. “Chevron dengan tegas menyatakan akan tetap investasi di Indonesia,” ujarnya. (Nanang Wijayanto)
(Rani Hardjanti)