JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan dalam negeri per September 2018 mengalami surplus dengan nilai USD230 juta dibandingkan periode Agustus 2018. Meski begitu, kinerja ekspor per September 2018 ini belum lebih baik dibanding nilai ekspor bulan sebelumnya, Agustus 2018, sebesar USD15,87 miliar.
Berikut fakta-fakta neraca perdagangan surplus USD230 Juta yang dirangkum Okezone Finance, Selasa (16/10/2018).
Baca Juga: Neraca Perdagangan Surplus, Sri Mulyani: Arahnya Mulai Membaik
1. Necara Perdagangan pada September mengalami Surplus dari Ekspor Nonmigas
Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti menjelaskan, surplus perdagangan periode September 2018 disumbang oleh kinerja ekspor sektor nonmigas yang membaik sebesar USD1,297 miliar. Sedangkan sektor migas masih menyumbang defisit sebesar USD1,07 miliar.
“Jadi bulan September 2018 ini neraca perdagangan kita mengalami surplus sebesar USD0,23 miliar yang lebih baik dibanding bulan sebelumnya,” ucapnya di Jakarta, Senin (15/10/2018).
2. Defisit Neraca Januari-September untuk Sektor Nonmigas
Secara akumulatif periode Januari hingga September 2018 neraca perdagangan masih defisit jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD3,78 miliar. Adapun defisit neraca perdagangan Januari-September untuk sektor nonmigas berasal dari Australia, Thailand, serta China.
“Sedangkan surplus neraca perdagangan tertinggi datang dari negara India, Amerika Serikat (AS), serta Belanda. Di mana periode Januari-September surplusnya mencapai USD6,4 miliar untuk nilai per September surplus mencapai USD895 juta,” ungkapnya.
3. Surplus ke AS Mengalami Penurunan
Dia menambahkan, dibanding tahun lalu surplus ke Amerika untuk sektor ini masih turun, di mana surplus tertinggi 2017 mencapai USD7,166 miliar.
“Kontribusi ke AS, dari Januari sampai September 2018 itu surplus USD6,34 miliar. Memang, kalau di banding 2017 yang ke AS, surplusnya mengalami penurunan. Kalau 2017, surplusnya tinggi, yaitu USD7,166 miliar,” pungkasnya.
Baca Juga: Neraca Dagang RI Surplus dengan AS tapi Defisit Lawan China
4. Menekankan Impor Hingga Turun USD2,22 Miliar
Pemerintah berhasil menekan impor pada September 2018 dengan nilai USD14,69 miliar dibanding Agustus 2018 sebesar USD16,82 miliar atau turun sebesar USD2,22 miliar.
Penurunan terbesar impor nonmigas terjadi pada golongan barang di antarannya ampas (sisa industri makanan), benda besi dan baja, perhiasan, mesin-mesin pesawat, serta mesin peralatan listrik. Sedangkan peningkatan impor ada buah-buahan (kakao) serta bubur kayu.
5. Pertumbuhan Impor Sudah Turun Tapi Pemerintah Akan Terus Mengambil Kebijakan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pertumbuhan impor sudah turun menyusul berbagai kebijakan yang di tempuh pemerintah, namun angkanya masih besar.
“Impor walaupun growthnya turun, tapi yoy masih 14%. Itu masih terlalu tinggi,” kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan Jakarta kemarin.

6. Kewajiban Menggunakan B20 Untuk Menurunkan Impor dan Konsumsi BBM
Dia berharap kewajiban penggunaan biofuel atau B20 akan segera menurunkan impor dan konsumsi BBM di dalam negeri sehingga akhir 2018 di harapkan neraca perdagangan migas sudah positif.
“Trennya sudah benar meski ratenya harus diakselerasi lebih cepat,” katanya.
7. Pertumbuhan Industri Manufaktur Lebih Cepat Ekspor Dapat Tumbuh Lebih Tinggi
Menkeu Sri Mulyani juga berharap pertumbuhan industri manufaktur lebih cepat sehingga ekspor dapat tumbuh lebih tinggi.
Baca Juga: Neraca Perdagangan September 2018 Diprediksi Defisit USD1,5 Miliar
“Kami mengharapkan industri manufaktur lebih cepatlah sehingga ekspornya meningkat karena saat ini pertumbuhan ekspornya masih sangat kecil, belum meningkat,” ucapnya.
8. Defisit Bulanan Bulanan Bukan Hasil Pemerintah Menekankan Impor
Sementara itu, ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE), Muhammad Faisal mengatakan, defisit bulanan yang terjadi pada periode September dan Agustus 2018 tidak bisa disimpulkan bahwa pemerintah berhasil menekan impor. Dia beralasan siklus bulanan yang terjadi jelang akhir tahun lazim terjadi seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

“Terlalu cepat menyimpulkan terjadi penekanan impor dari kebijakan pemerintah. Kalau saya belum melihat itu, justru biasanya setelah September hingga akhir tahun bisa bakal naik lagi,” ujar dia kepada KORAN SINDO kemarin.
9. Impor Kembali Meningkat
Menurut Faisal, impor bakal meningkat kembali, terutama di sektor migas. Satu di antara pemicunya adalah kebutuhan konsumsi migas di masyarakat. Konsumsi yang tinggi dipengaruhi harga bahan bakar minyak seperti premium tidak mengalami kenaikan.
“Ya, kalau BBM premiumnya tidak naik, tentu masyarakat segala lapisan akan mencari BBM yang murah. Se dangkan kita tahu konsumsi BBM akan terus meningkat dari tahun ke tahun dan dari bulan ke bulan. Apalagi, menjelang akhir tahun,” ungkapnya.
Baca Juga: Neraca Perdagangan Mei Diperkirakan Defisit USD450 Juta
10. Akhir Tahun Tetap Akan Defisit
Faisal memprediksi hingga akhir tahun defisit masih terjadi. Sedangkan dari sisi ekspor, kata dia, tidak bakal banyak bertambah sebab ekspor juga berkaitan dengan barang-barang substitusi impor.
“Saya kira hingga akhir tahun masih de fisit ya. Berat rasanya mengejar itu menjadi surplus. Kalau menekan defisit, ya itu masih bisa, namun tidak besar. Kira-kira defisitnya masih di kisaran USD 3 miliar,” ucapnya.
11. B20 Harus Terlihat Nyata Untuk Mengurangi Impor Minyak
Faisal menambahkan, impor minyak bisa ditekan efektif jika penerapan kebijakan B20 terlihat nyata di lapangan. Pemerintah perlu memikirkan investasi yang besar di sektor eksplorasi minyak.
“Investasi soal eksplorasi sumur minyak kita harus dipikirkan sebab kebutuhan energi juga akan terus bertambah,” pungkasnya.
(Ichsan Amin/ant)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)