JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bertahan di zona hijau pada pada penutupan perdagangan sesi I di akhir pekan ini. Siang ini IHSG menguat tajam 85,5 poin atau 1,43% menembus ke level 6.041,26.
Menutup perdagangan sesi I, Rabu (14/11/2018), ada 246 saham menguat, 130 saham melemah, dan 117 saham stagnan. Transaksi perdagangan mencapai Rp4,54 triliun dari Rp5,77 miliar lembar saham diperdagangkan.
Saham-saham yang bergerak dalam jajaran top gainers, antara lain saham PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA) naik Rp36 atau 14,17% ke Rp299, saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) naik Rp700 atau 6,80% ke Rp11.000, dan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) naik Rp10 atau 6,02% ke Rp176.
Sementara itu, saham-saham yang bergerak dalam jajaran top losers, antara lain saham PT Ever Shine Tex Tbk (ESTI) turun Rp6 atau 5,56% ke Rp102, saham PT Dewata Freightinternational Tbk (DEAL) turun Rp18 atau 5,11% ke Rp334, dan saham PT Garuda Indonesia (Persero) (GIAA) turun Rp10 atau 4,20% ke Rp228.

Adapun Indeks LQ45 naik 18,95 poin atau 2% menjadi 965,18, indeks Jakarta Islamic Index (JII) naik 11,49 poin atau 1,7% ke 678,02, indeks IDX30 naik 10,60 poin atau 2% ke 532,06, dan indeks MNC36 naik 6,84 poin atau 2% ke 350,54.
Head of Research Danareksa Helmy Kristanto dalam risetnya mengungkap, kebijakan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 bps menjadi 6% memberikan sentiment positif. Di mana pengetatan moneter itu sebagai upaya untuk mengatasi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
"Juga memburuknya defisit perdagangan bulan Oktober yang sebesar USD1,8 miliar, jauh di atas eskpetasi," katanya dalam riset tertulis, Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Menurutnya, Bank Sentral dan pemerintah akan tetap dengan koordinasi kebijakan untuk menjinakkan CAD dan mengharapkan CAD untuk moderat di bawah 3% dari PDB pada akhir tahun dan sekitar 2,5% pada tahun 2019.
Selain itu, kebijakan kenaikan ini untuk lebih meningkatkan fleksibilitas dalam mengelola likuiditas sistem perbankan.
"Adapun jatuhnya harga minyak baru-baru ini, impor minyak dan gas, yang merupakan penyebab utama dari neraca perdagangan yang lebih buruk dari yang diperkirakan, semestinya menjadi moderat," kata dia. (yau)
(Rani Hardjanti)