JAKARTA – Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, sepakat untuk memangkas produksi minyak mentah sebanyak 1,2 juta barel per hari (bph). Angka tersebut melampaui ekspektasi pasar yang berada di angka 1 juta barel per hari.
Dilansir dari CNBC, Senin (10/12/2018), kesepakatan tersebut dilakukan setelah 2 hari negosiasi dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Aliansi akan mengambil 1,2 juta barel per hari dari pasar untuk enam bulan pertama 2019.
OPEC yang beranggotakan 15 negara telah sepakat mengurangi produksinya sebesar 800.000 barel per hari. Sementara Rusia dan produsen yang bersekutu akan menyumbangkan pengurangan 400.000 barel per hari.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Lagi Dipicu Pemotongan Produksi OPEC
Kesepakatan ini sejalan dengan harapan bagi sekutu untuk mengurangi output sebesar 1 juta hingga 1,4 juta barel per hari. Harga minyak melonjak sekitar 4,9% menjadi lebih dari USD63 per barel akibat keputusan pemangkasan produksi sebesar 1,2 juta bph.
Pertemuan antara anggota OPEC dan non-OPEC terjadi saat pasar minyak mendekati titik terendah dalam penurunan harga terburuk sejak krisis keuangan tahun 2008. Harga minyak jatuh sekitar 30% selama 2 bulan terakhir, meningkatkan tekanan-tekanan pada anggaran di negara-negara pengekspor minyak.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan, Rusia akan mengurangi produksi 2% dari produksi bukan Oktober sebanyak 11,4 juta bph, setara dengan 228.000 – 230.000 bph. Namun Novak memperingatkan bahwa Rusia akan mengurangi pasokan secara bertahap karena kondisi yang mempengaruhi ladang minyaknya selama musim dingin.
Dalam diskusi 2 hari lalu, menurut sumber Reuters, Iran telah menolak untuk menyetujui kesepakatan tersebut. AS telah memberikan sanksi terhadap Iran yang merupakan produsen ketiga OPEC untuk mengurangi ekspornya secara signifikan.
Baca Juga: Harga Minyak Anjlok Pasca-OPEC Tak Umumkan Hasil Pertemuan
Selanjutnya, Menteri Energi Iran Bijan Zangeneh berpendapat bahwa negaranya seharusnya tidak dipaksa untuk memangkas produksi karena sanksi yang diberikan tersebut. Pendapat ini didukung oleh Arab Saudi. Akhirnya OPEC setuju untuk membebaskan Iran, bersama dengan Venezuela dan Libya.
Presiden OPEC dan Menteri Minyak UEA Suhail Mohamed Al Mazrouei mengatakan, selain negara-negara pengecualian, sisanya akan mengurangi produksi sekitar 2,5% dari Oktober. OPEC menjadwalkan ulang pertemuan tengah tahun pada bulan April sehingga dapat meninjau kondisi pasar dan menyesuaikan kebijakan yang diperlukan.
Aliansi tersebut tidak mengeluarkan kuota khusus untuk masing-masing negara, tetapi eksportir OPEC teratas yakni Arab Saudi, meletakan jalur produksinya selama konferensi pers.
Produksi kerajaan itu mencapai 11,1 juta bph pada November lalu, yang paling tertinggi untuk pertama kalinya. Itu kemungkinan akan jatuh ke 10,7 juta bph pada bulan Desember dan 10,2 juta bph pada bulan Januari, kata Menteri Energi Saudia Khalid Al-Falih.
“Hal ini sebagian didorong oleh komitmen kami untuk memulai dengan langkah yang tepat pada tahun 2019, dan untuk menunjukkan bahwa pengiriman pada perjanjian ini tidak akan memakan waktu yang lama dan berlarut-larut,” ungkap Falih. “Kami mengatakan apa yang kami maksud dan kami memberikan apa yang kami katakan.”
Pengungkapan itu luar biasa karena analisis telah berspekulasi bahwa Arab Saudi bisa berusaha menutupi ukuran pemotongan produksinya untuk menghindari mengasingkan Trump.
Pihak Administrasi Trump meminta untuk peningkatan produksi tengah tahunan untuk bersiap memulihkan sanksi terhadap Iran, kebijakan yang telah mendorong harga minyak sepanjang tahun 2018.
(Feby Novalius)