JAKARTA - Menteri Sri Mulyani mengungkapkan, dana kredit usaha ultra mikro (UMi) selama ini bertotal Rp8 triliun yang digulirkan secara menerus melalui berbagai macam lembaga penyalur.
Adapun rinciannya sebagai berikut, pada 2017 sudah dikeluarkan Rp1,5 triliun dan pada 2018 ini sebanyak Rp2,5 triliun yang tadinya pun tidak habis terserap.
"Untuk 2019, ada anggaran sebesar Rp3 triliun," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (12/11/2018).
Baca Juga: Sri Mulyani dan Rudiantara Uji Coba Digitalisasi Pembiayaan Ultra Mikro
Dana ini akan dialokasikan kepada para pengusaha ultra mikro dengan ukuran kredit Rp5 juta hingga Rp10 juta.
Pemerintah menunjuk Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP) sebagai coordinated fund pembiayaan UMi.
"Kelompok ultra mikro yang selama ini mendapatkan adalah mereka yang tidak mendapatkan akses permodalan, jadi dia tidak bankable, dia juga kemudian tidak memiliki akses terhadap berbagai macam kredit, bahkan tidak memiliki account," jelasnya.
Baca Juga: Pembiayaan Ultra Mikro di Pesantren Picu Penguatan Ekonomi
Sri Mulyani berharap, program uji coba digitalisasi UMi yang berkolaborasi dengan berbagai platform uang elektronik dan market place ini bisa meningkatkan inklusi keuangan.
Teknologi Digital Tingkatkan Penetrasi Keuangan
Dalam peluncuran uji coba digitalisasi pembiayaan ultra mikro (UMi), Sri Mulyani menyebut teknologi digital saat ini sangat memungkinkan terjadinya penetrasi terhadap kelompok kecil tanpa menimbulkan overhead cost yang sangat tinggi.
Baca Juga: Menkeu Segera Evaluasi Besaran Bunga Program Kredit Ultra Mikro
Dirinya pun bercerita mengenai dulu bank BRI tidak bisa disaingi oleh bank apapun karena bisa menetrasi sampai ke akar rumput. Untuk sampai ke pedesaan, BRI membutuhkan sekali cabang-cabang yang pada akhirnya memunculkan overhead sangat tinggi.
“Namun kini, eksistensi bisnis seperti BRI akan sangat bisa disaingi oleh teknologi, bahkan tidak harus membuka kantor cabang,” ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, kini kantor cabangnya hanya memerlukan smartphone. Dengan begitu, semua langsung bisa terkoneksi.
Baginya, ini seperti menjungkirbalikkan semua konsep penetrasi keuangan yang selama ini membutuhkan modal besar. Bahkan, kini sudah banyak perusahaan fintech di Indonesia yang mencoba masuk sampai akar rumput.
(Dani Jumadil Akhir)