JAKARTA – Mass Rapid Transit (MRT) Bundaran HI-Lebak Bulus diperkirakan beroperasi pada Maret 2019. Sejauh ini progres MRT sudah mencapai 98,01% dengan perincian elevated dan depo 97,80% dan underground 98,41%. Adapun saat uji coba dinamis kereta MRT mampu menempuh jalur sepanjang 16km dengan waktu 30 menit.
Menurut Direktur Utama PT MRT Jakarta William Syah bandar, uji coba MRT memasuki masa operasi seluruh rangkaian kereta meliputi pengujian dan pemeriksaan kereta, sinyal, serta instalasi listrik. “Uji coba dimulai sejak 24 Desember 2018 hingga Februari mendatang. Pada 15 Februari mulai uji coba full trial run yang beroperasi secara langsung, namun belum mengangkut penumpang konversial,” ujar William di Jakarta. Saat ini 16 rangkaian kereta sudah berada di Depo Lebak Bulus, Jakarta Selatan, di mana satu rangkaian terdiri atas 6 gerbong.
Dari 16 rangkaian hanya 14 rangkaian yang akan beroperasi. Satu gerbong mampu mengangkut 1.950 orang dengan jarak antar rangkaian atau head-way 5 menit pada jam sibuk. Sementara pada jam-jam tidak sibuk jarak rangkaian sekitar 10 menit.
“Dari Bundaran HI-Lebak Bulus ditempuh dengan waktu 30 menit dan berhenti di 13 stasiun,” ucapnya. Terkait tarif, PT MRT Jakarta masih menunggu keputusan pemerintah. Perkiraan tarif berkisar Rp8.500-10.000. Tarif tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan perusahaan bersama tim konsultan.
Tarif itu dinilai sepadan dengan fasilitas dan kenyamanan yang diperoleh pengguna MRT. Tarif juga memperhitungkan kemampuan bayar atau daya beli masyarakat dalam jangka panjang. Ke depan tarif MRT perlu disubsidi pemerintah.
“Jadi keputusannya tergantung Pemprov DKI karena Rp8.500 itu berdasarkan kerelaan membayar masyarakat itu pun harus disubsidi. Kalau harganya makin rendah subsidinya makin tinggi,” kata William. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku masih memiliki banyak waktu untuk memutuskan besaran tarif sebelum MRT beroperasi.
Ini dikarenakan masih ada pembahasan aset yang belum diputuskan. “Ya memangnya mau beroperasi besok, harus diputuskan buru-buru,” ucapnya. Kepala Biro Perekonomian DKI Jakarta Sri Haryati mengatakan, perhitungan subsidi tarif MRT masih tahap pembahasan.
Baca Juga: Mulai Fase II, MRT Jakarta Segera Bangun Gardu Listrik Bawah Tanah
Besaran subsidi kira-kira diambil dari tarif ekonomi MRT di kurangi tarif yang dijangkau masyarakat. PT MRT mengajukan usulan tarif Rp8.500-10.000. Keputusan tarif juga dihitung melalui skema kerja sama antara Pemprov DKI dengan PT MRT.
Ada dua skema yang bisa dilakukan, yakni skema bangun-serah-guna atau build transfer operate (BTO) atau bangun-guna-serah atau build operate transfer (BOT). BTO merupakan skema pendanaan proyek di mana entitas swasta menerima konsesi dari pihak lain untuk mendanai, merancang, membangun, dan mengoperasikan suatu fasilitas.
Model ini memungkinkan penerima konsesi mendapatkan kembali investasi dan biaya operasi serta pemeliharaan yang dikeluarkan dalam suatu proyek. Sementara itu skema BOT yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, BUMD hanya berinvestasi kepada prasarananya.
Adapun pemerintah sebagai pemilik aset berinvestasi lebih pada fisik atau sarananya. Hasil pembahasan itu nantinya akan memengaruhi tarif yang ditetapkan untuk layanan MRT. “Skema kerja samanya juga dihitung terlebih dulu bagaimana kesiapan pemda, apakah akan dibeli kembali seluruhnya atau dikerjasamakan,” ujar Sri.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)