JAKARTA - Harga avtur dikaitkan dengan persoalan kenaikan harga tiket pesawat di Indonesia. Mahalnya harga tiket domestik menyebabkan penumpang dengan penerbangan tujuan tertentu malah lebih memilih terbang dan transit ke luar negeri terlebih dahulu dibanding membeli tiket langsung menuju tempat tujuan.
“Data Kantor Imigrasi Aceh yang menunjukkan peningkatan permintaan pembuatan paspor. Ironisnyaa, pembuatan paspor ini dilakukan untuk menyiasati penerbangan Banda Aceh ke Jakarta melalui Kualalumpur dibandingkan penerbangan langsung karena perbedaan harga tiket yang lumayan jauh. Melalui fakta ini lah kemudian mucul petisi online yang meminta Maskapai penerbangan untuk menurunkan harga tiket domestik,” ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan saat dihubungi Okezone, Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Baca Juga: Kagetnya Jokowi Harga Tiket Pesawat Mahal karena Avtur Dimonopoli
Pernyataan Direktur Utama Garuda Indonesia yang juga ketua Indonesia National Air Carriers Association (INACA) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra yang meminta Pertamina menurunkan harga avtur Karena dianggap sebagai penyebab utama kenaikan harga tiket menimbulkan beragam tanggapan.
Menurut ketua INACA, avtur memberikan kontribusi sebesar 40% dari biaya operasional. Melihat lebih jauh lagi ke dalam komponen operasional pesawat terbang, ada beberapa komponen yang menjadi acuan.
Dilihat dari urutan dan kontribusinya, komponen tersebut adalah biaya leasing pesawat, biaya maintenance, repair dan overhaul, biaya avtur (Bahan Bakar), biaya SDM, dan biaya asuransi.
“Untuk biaya leasing pesawat menjadi kontibusi utama dalam biaya operasional karena sebagian besar pesawat yang beroperasi di Indonesia adalah pesawat sewa, bukan milik sendiri. Sebagai contoh maskapai nasional Garuda Indonesia, dari 202 unit pesawat yang dioperasikan, 180 unit merupakan pesawat sewa, dan yang dimiliki oleh Garuda Indonesia hanya berjumlah 22 unit. Dengan jumlah yang sangat banyak ini, biaya leasing pesawat menjadi sangat besar,” ujar Mamit.
Baca Juga: Apa Benar Harga Avtur Pertamina Lebih Mahal? Ini Faktanya
Hal ini dikarenakan pesawat yang disewakan menggunakan perhitungan harga pesawat baru yang mana membuat harga sewa menjadi cukup tinggi. Biaya maintenance pesawat pun menjadi komponen yang besar juga karena setiap pesawat akan dilakukan preventive maintenance sebelum dan sesudah mendarat di bandara, dan setelah itu lalu biaya bahan bakar dimasukkan di dalam komponen perhitungan.
“Jika avtur dijadikan sebagai komponen tertinggi biaya operasional, sangat tidak fair karena di dalam komponen perhitungan harga tiket, biaya bahan bakar hanya dikenakan sebesar 26% dari harga tiket,” sambungnya.
Pasalnya untuk biaya avtur sendiri, Indonesia sebagai negara yang termasuk net importir minyak menetapkan harga yang cukup kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
Sebagai perbandingan, harga per barrel avtur di Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebesar USD107,7, dibandingkan dengan bandara King Abdul Aziz Arab Saudi yang mencapai USD112, padahal Arab Saudi terkenal sebagai Negara penghasil minyak dunia, bukan nett importir minyak.
“Penetuan harga dari Pertamina juga sudah mempertimbangkan subsidi silang antar bandara, karena penyediaan Avtur untuk bandara-bandara kecil pun disediakan oleh Pertamina. Sebagai perbandingan untuk harga Avtur di Bandara Internasional Soekarno Hatta adalah sebesar Rp8.490 dan yang tertinggi di bandara Sentani Jayapura seharga Rp11.360,” katanya.
Dengan perhitungan harga seperti ini, pertamina berusaha untuk menyeimbangkan neraca produksi dan penjualan. Pertamina sendiri sebagai BUMN sudah memberikan kelonggaran dan toleransi yang cukup besar terhadap Garuda Indonesia. Faktanya Garuda Indonesia masih memiliki utang yang cukup besar pada Pertamina, mencapai Rp3,2 triliun.
Oleh karena itu, alangkah lebih bijaknya jika Garuda Indonesia dan maskapai-maskapai lainnya lebih melihat komponen lain dalam biaya operasional untuk dipangkas disbanding meminta penurunan harga Avtur, apalagi harga dollar saat ini cukup kompetitif.
Garuda Indonesia sebagai sesama BUMN diharapkan untuk mensupport Pertamina sebagai saudara sesama BUMN agar bisa sama-sama berdiri tegak seperti ketika Pertamina mendukung Garuda Indonesia sendiri.
(Dani Jumadil Akhir)