Keempat PP tersebut adalah PP No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, PP 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP 70 Tahun 2015, dan PP 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, yaitu untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), PPPK, dan Honorer dikelola oleh Taspen. "Berlaku 4 PP tersebut menjadi persoalan yang serius dalam tata kelola jaminan sosial sebagaimana tertuang dalam UU SJSN, UU BPJS dan UU ASN," kata Hery.
Menurut dia, amanah UU BPJS ditegaskan bahwa pengelolaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) adalah kewenangan dari BPJS Ketenagakerjaan bukan PT Taspen dan PT Asabri.
Dia menilai pemerintah sudah harus menyiapkan langkah penggabungan jaminan pensiun PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029, bukan membuat blunder peraturan perundang-undangan yang tidak sinergi dengan amanat UU. "UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS engan jelas menyatakan bahwa perlindungan jaminan sosial untuk sektor ketenagakerjaan di Indonesia hanya dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan yang mengelola JKM, JKK, JHT dan JP," katanya.
(Dani Jumadil Akhir)