JAKARTA - Era digitalisasi memang melahirkan banyak perusahaan rintisan (startup), di mana bisnisnya terus berkembang dan memiliki pangsa pasar yang besar. Namun, sudah jadi rahasia umum juga kalau dibalik besarnya startup sesungguhnya mereka kerap melakukan aksi bakar uang (burning money) untuk menarik minat konsumen.
Seperti yang dilakukan oleh Gojek dan Grab, dua startup penyedia jasa transportasi on demand yang beroperasi di Indonesia. Keduanya meningkatkan jumlah pengguna lewat berbagai promo, baik berupa diskon maupun cashback.
Baca Juga: Startup Jadi Magnet Tarik Investasi Asing
Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu menilai, fenomena bakar duit pada dasarnya hal yang lumrah terjadi di era digital ekonomi. Lantaran, startup membutuhkan data pengguna untuk peningkatan layanan, maka perlu memikat banyak pengguna untuk meningkatkan data tersebut.
"Mereka gunakan uang untuk dibakar guna meningkatkan platform. Semakin banyak pengguna yang mereka miliki, maka semakin banyak data yang mereka punya, dan itu akan semakin meningkatkan pengguna platform, sehingga akan semakin beragaram layanan yang bisa diberikan mereka," ujar Mari dalam acara diskusi mengenai ekonomi digital di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Dia menekankan, data menjadi elemen penting untuk keberlanjutan perusahaan rintisan. Mari mencontohan, Grab dan Gojek yang awalnya hanyalah sebuah platform penyedia jasa transportasi, kini bisa merambah bisnis lain mulai dari layanan pesan antar makanan, bahkan ke bisnis alat pembayaran (fintech).
Baca Juga: Investor Asing Bakar Uang di Go-Jek Cs, Sri Mulyani: Ingin Tahu Data Kita
Kendati demikian, menurutnya, ada banyak pertimbangan lain yang menjadi penilaian masyarakat sebagai konsumen terhadap suatu platform. Di antaranya faktor keamanan pelayanan dari startup dan kepercayaan terhadap startup tersebut.
Mari menyatakan, konsumen tidak hanya memperhitungkan soal harga, tetap juga akan mempertimbangkan kebutuhan untuk menggunakan platform tersebut. Ataupun kualitas layanan yang diberikan.
"Konsumen memang intinya melihat yang mana yang menguntungkan dari segi harga, tapi pada akhirnya konsumen juga akan menilai, misalnya meski ada beda Rp10 perak, mungkin akan lebih memilih bayar mahal kalau layanannya bisa diandalkan atau layanannya lebih baik. Jadi pada akhirnya bukan hanya masalah harga tapi masalah tingkat kepercayaan ke platform itu hal yang penting," ujarnya.
(Feby Novalius)