Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

SPS Desak Sri Mulyani Bebaskan Pajak Kertas

Taufik Fajar , Jurnalis-Selasa, 13 Agustus 2019 |18:22 WIB
SPS Desak Sri Mulyani Bebaskan Pajak Kertas
Ilustrasi: Shutterstock
A
A
A

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menolak mendiskusikan upaya Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat untuk membahas "Bebas Pajak bagi Pengetahuan" (No Tax for Knowledge).

Melalui surat tertanggal 7 Agustus 2019, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati merespons negatif permohonan Pengurus SPS Pusat untuk mendiskusikan ikhwal No Tax for Knowledge tersebut.

"Kami dengan menyesal belum bisa memenuhi permohonan pengurus SPS Pusat untuk bertemu Menteri Keuangan," bunyi kutipan surat yang ditandatangani Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, tanpa ada penjelasan memadai.

Untuk diketahui, Pengurus SPS Pusat pada tanggal 9 Juli 2019 berkorespondensi dengan Sri Mulyani, guna mencari momentum mendiskusikan isu No Tax for Knowledge.

Baca Juga: Perbaiki Kualitas SDM dengan Rp495 Triliun, Sri Mulyani: Masih Ada Kendala

Upaya ini adalah tindak lanjut dari saran Wakil Presiden Jusuf Kalla saat pengurus SPS Pusat beraudiensi dengannya di Kantor Wapres Jalan Merdeka Utara, Jakarta, pada 18 Maret 2019 lalu.

Jauh sebelumnya, Pengurus SPS Pusat pernah bertemu dengan Sri Mulyani tahun 2008, ketika menjabat Menkeu di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, Sri Mulyani menolak usulan No Tax for Knowledge SPS.

"No Tax for Knowledge" pada hakikatnya merupakan sebuah perjuangan para penerbit media cetak guna mendapatkan keringanan terhadap pajak pembelian kertas dan penjualan produknya.

Hal yang sama telah dikenyam oleh penerbit buku di Tanah Air, yang memperoleh insentif atas pajak penjualan buku. Perjuangan ini tentu punya dasar yang kuat.

Sebagai satu-satunya asosiasi penerbit pers cetak di Indonesia yang beranggotakan 450 penerbit, SPS meyakini, pemberian insentif atas pembelian kertas koran dan penjualan media cetak, tidak akan membuat pundi-pundi keuangan negara tergerus.

"Justru melalui insentif tersebut, akan mengundang minat baca masyarakat semakin tinggi terhadap media cetak. Pada gilirannya budaya membaca yang kuat akan berkontribusi terhadap pencerdasan bangsa. Ada sisi "intangible advantage" yang luput dari perhitungan Menkeu jika menolak kampanye No Tax for Knowledge penerbit media cetak," Jelas Sekretaris Jenderal SPS Pusat Asmono Wikan dalam keterangannya, Selasa (13/8/2019).

Menurutnya, sebagai bagian dari media arus utama, kontribusi penerbit pers cetak terhadap informasi yang utuh juga sangat kuat. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah pun mengakui peran penting pers cetak dalam mendukung kampanye besar anti hoax.

"Patut disayangkan jika Menkeu terlalu dini menutup pintu dialog dengan SPS Pusat ikhwal No Tax for Knowledge. Padahal ikhtiar pers cetak dalam ikut meliterasi dan mengkonsolidasi keutuhan bangsa selama ini tak terhitung lagi banyaknya," kata dia.

Baca Juga: Kemenkeu Pastikan Tak Ada Tax Amnesty Jilid II

Sekadar diketahui, di berbagai negara maju yang tingkat literasinya tinggi, seperti Norwegia, Jerman, Denmark, Swedia, dan bahkan India, insentif atas kertas koran juga diberlakukan. Tak heran jika peran pers cetak di negara-negara tersebut masih sangat kuat dalam ikut mendidik masyarakat.

"Pada akhirnya, ini soal keberpihakan. Barangkali Menkeu tidak melihat pentingnya memberi keberpihakan pada industri yang tiap tahun menyumbang pajak ke Negara puluhan bahkan mungkin ratusan milyar. Itulah industri pers cetak di tanah air," pungkas Asmono.

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement