JAKARTA - Wacana pemindahan ibu kota negara ke luar Jakarta sudah direncanakan sejak era Presiden Soekarno. Hanya saja, ide presiden pertama Republik Indonesia (RI) ini gagal, karena adanya penyelenggaraan Asian Games ketika itu.
Baca Juga: Kemendagri Usul Tidak Ada Pilkada di Lokasi Ibu Kota Baru
Sejarahwan LIPI Asvi Warman Adam mengatakan, ibu kota harus pindah karena adanya faktor pendorong dan penarik. Dalam sejarah Indonesia, ketika pusat pemerintahan di pindah ke Yogyakarta ketika itu ada faktor pendorong di mana Jakarta dalam kondisi tidak aman.
"Yogyakarta ditawarkan jadi pusat pemerintah karena ada situasi genting yang menjadi faktor pendorongnya. Begitu juga ketika Presiden sempat mengirim surat pembentukan pusat pemerintahan darurat di Bukit Tinggi, ada faktor darurat," ujarnya, diskusi Polemik MNC Trijaya soal Gundah Ibu Kota Dipindah di D'consulate Resto & Louge, Jakarta, Sabtu (24/8/2019).
Baca Juga: 6 Fakta Menarik Bocoran Sofyan Djalil Kaltim Jadi Ibu Kota Baru
Atas faktor tersebut, ketika Presiden Soekarno meresmikan provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, dia melihat salah satunya cocok untuk menjadi ibu kota yang baru karena posisinya ada di Kepulauan Nusantara.
Bung Karno pun sangat serius untuk memindahkan ibu kota karena ketika itu sudah ada desain sederhana tentang Palangkaraya menjadi ibu kota baru. Dia pun meninjau langsung ke sana untuk menindaklanjuti wacana tersebut.
Namun menjelang 1960-an, niat Bung Karno harus ditangguhkan karena ada tawaran Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games.
"Bung Karno berpikir tidak mungkin itu (Asian Games) diadakan di kota baru yang sedang dibangun. Makanya Jakarta dibangun hotel, Sarinah, bahkan patung selamat datang di HI untuk ucapan selamat datang para atlet di Indonesia," tuturnya.
"Jadi persiapan Asian Games menyebabkan rencana pemindahan ibu kota terbengkalai. Hingga 1965 ada peralihan kekuasaan sehingga ide ibu kota tidak terdengar lagi," ujarnya.
(Feby Novalius)