JAKARTA - Keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus defisit dari tahun ke tahun. Pada 2019 defisit diperkirakan mencapai Rp32,8 triliun, melebar dari proyeksi awal yang sebesar Rp28 triliun.
Baca Juga: Jika Iuran Tak Naik, Defisit BPJS Kesehatan Akan Melebar ke Rp77,9 Triliun
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengungkapkan, membaiknya tingkat penggunaan layanan (rate utilisasi) hingga banyaknya fasilitas kesehatan (faskes) menjadi penyebab defisitnya BPJS Kesehatan.
"Setiap tahun defisit ini semakin lebar, itu sangat terkait dengan akses yang semakin baik. Membuat rate utilisasi meningkat, dulu saat awal program kerja berjalan, data untuk masyarakat miskin rate utilisasi-nya sangat kecil, sekarang sudah mendekati rate rata-rata,” jelas dia dalam rapat kerja besama Komisi IX dan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Baca Juga: Pemerintah-DPR Matangkan Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Di sisi lain, meningkatnya jumlah faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan membuat kemudahan akses turut meningkat. Hal ini juga di dorong dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.
"Jadi akses semakin baik, faskes semakin bertambah, masyarakat semakin sadar. Kemudian juga pola epitimologi penduduk Indonesia di mana penyakit endotrophic mendominasi pola pembiayaan selama ini," katanya.
Kondisi tersebut membuat semakin banyak pengguna BPJS Kesehatan, namun tidak seiring dengan tingkat kepatuhan dalam membayarkan iuran atau premi. Membuat jarak atau gap antara premi yang diterima dengan biaya klaim yang dikeluarkan BPJS Kesehatan semakin melebar.

Dia menjelaskan, tahun 2018 biaya rata-rata per bulan yang dikeluarkan Rp46.000 untuk per peserta, sedangkan rata-rata premi yang diterima per bulan Rp36.000 per peserta. Gap ini meningkat di 2019, dengan rata-rata biaya mejadi Rp50.700 per peserta, di mana rata-rata premi yang diterima Ro36.700 per peserta.
"Ini lah situasi utamanya. Ini dasar untuk bagaimana mempersempit gap tersebut dengan meningkatkan premi per peserta," ungkap dia.

Sekadar informasi, pemerintah memang berencana iuran peserta BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Di mana, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan perserta kelas I menjadi Rp160.000 dari Rp80.000 per bulan.
Kemudian kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp59.000 per bulan. Serta kelas III naik menjadi Rp42.000 dari sebelumnya 25.500 per bulan.
(Rani Hardjanti)