Pilar kedua mencakup sistem teritori untuk penghasilan luar negeri. Dalam pilar ini, penghasilan tertentu termasuk dividen dari luar negeri, tidak dikenakan PPh sepanjang diinvestasikan di Indonesia. Kedua, penghasilan warga negara asing (WNA) menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) hanya atas penghasilan yang berasal dari Indonesia.
Pilar ketiga mengenai penentuan subjek pajak orang pribadi. Pemerintah menetapkan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal lebih dari 183 hari di luar negeri dapat menjadi subjek pajak luar negeri (SPLN). Sebaliknya, bagi WNA yang bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari maka bisa menjadi SPDN.
Pilar keempat terkait mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela. Terdiri dari kebijakan relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak (PKP). Serta ada pengaturan ulang bagi sanksi administratif pajak, pabean, dan cukai, serta mengenai imbalan bunga.
Pilar kelima adalah menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri. Pemerintah menetapkan kebijakan pemajakan bagi transaksi elektronik, di mana penunjukkan platform memungut PPN, pengenaan pajak kepada SPLN atas transaksi elektronik di Indonesia.
Lalu terdapat kebijakan mengenai rasionalisasi pajak daerah, di mana penetapan tarif pajak daerah dapat berlaku nasional, dan evaluasi terhadap perda PDRB terhadap kebijakan fiskal nasional. Serta adanya relaksasi penentuan jenis barang kena cukai.
Pilar keenam mencakup pengaturan fasilitas dalam UU perpajakan. Pemerintah memberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk tax holiday, super deduction, fasilitas PPh untuk kawasan ekonomi khusus, PPh untuk surat berharga negara, dan keringanan atau pembebasan pajak daerah oleh kepala daerah.
(Dani Jumadil Akhir)