JAKARTA - Harga gas industri sudah resmi turun menjadi USD6 per Millions British Thermal Units (MMBTU). Penurunan harga gas ini untuk industri tertentu termasuk PLN.
Penurunan harga gas industri berlaku setelah Menteri ESDM Arifin Tasrif telah meneken Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Dengan aturan tersebut, harga gas industri ditetapkan sebesar USD6 per MMBTU.
Baca Juga: Harga Gas Industri USD6, Menperin: Sektor Industri Makin Efisiensi
Permen tersebut merupakan pelaksanaan Ratas 18 Maret 2020 yang memutuskan Penyesuaian harga gas untuk Industri termasuk kebutuhan PLN menjadi USD6 per MMBTU (Millions British Thermal Units).
Berdasarkan pasal 3 ayat 1 regulasi itu, harga gas bumi tertentu di titik serah pengguna gas bumi (plant gate) ditetapkan sebesar USD6 per MMBTU. Harga gas tersebut diperuntukkan bagi tujuh golongan industri yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Baca Juga: Harga Gas Turun, 'Angin Segar' bagi Pelaku Industri
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyambut baik pemberlakuan harga gas industri di level USD6 per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Hal ini diyakini dapat mendongkrak daya saing sektor industri sekaligus meningkatkan investasi di dalam negeri, sehingga akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Harga gas untuk industri merupakan salah satu aspek penting dalam struktur biaya produksi dan memberikan faktor daya saing yang signifikan,” katanya di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Menperin pun optimistis, penurunan harga gas industri tersebut bakal mengatrol produktivitas dan utilitas sektor manufaktur di dalam negeri. Hal ini sesuai tekad pemerintah dalam upaya memacu kinerja sektor industri pengolahan nonmigas, dengan menjaga ketersediaan bahan baku dan energi, termasuk mendorong agar harganya bisa kompetitif.
Sementara itu, pengamat energi Komaidi Notonegoro menilai penurunan harga gas industri bakal menyurutkan perluasan pemanfaatan gas bumi. Kebijakan harga gas yang jauh dari tingkat keekonomian proyek akan membuat pembangunan infrastruktur gas bumi semakin sulit.
"Jangan berharap terlalu banyak terhadap optimalisasi gas bumi. Dengan biaya dan risiko yang besar, perusahaan niaga tentu akan membatasi ekspansi pembangunan infrastruktur gas bumi," kata Komaidi dalam keterangannya.
Menurut Komaidi gas bumi Indonesia memiliki karakteristik di mana sumber gas sebagian besar berada di wilayah Indonesia Bagian Timur. Sementara konsumsi gas terbesar berada di Indonesia Bagian Barat. Dalam situasi inilah infrastruktur menjadi kunci dalam mengoptimalkan sumber daya alam nasional ini untuk kepentingan domestik.
"Harusnya pemerintah fokus membangun infrastruktur ini jika tak ingin terbebani impor BBM yang semakin besar," ujarnya.
Pemerintah sendiri telah menetapkan sejumlah target-target kinerja jangka panjang terkait optimalisasi gas bumi. Sebagai contoh dalam rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Indonesia 2016-2030 Kementerian ESDM menargetkan pipa open acces bertambah menjadi 9.992 km atau bertambah 5.695 km dibandingkan tahun 2016. Kemudian pipa hilir ditargetkan bertambah 1.140,70 km menjadi 6.301 km. Sehingga total panjang pipa gas bumi di Indonesia mencapai 16.364 km dari posisi tahun 2016 sepanjang 9.528,18 km.
Namun, Komaidi menilai pemerintah akan sulit mewujudkan target tersebut. Apalagi harga gas bumi yang diputuskan pemerintah menjadikan energi ini semakin tidak menarik sebagai instrumen investasi.
"Dengan harga gas yang semakin tidak menarik, siapa yang mau bangun infrastruktur gas bumi. Tidak ada pebisnis yang mau rugi, apalagi investor," tegas Komaidi.
(Dani Jumadil Akhir)