Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Anies Vs Sri Mulyani di Tengah Covid-19, Gara-Gara Dana Bagi Hasil

Taufik Fajar , Jurnalis-Selasa, 12 Mei 2020 |14:26 WIB
Anies Vs Sri Mulyani di Tengah Covid-19, Gara-Gara Dana Bagi Hasil
Anies vs Sri Mulyani (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Di tengah sibuk-sibuknya penanganan pandemi virus corona atau Covid-19, dua pejabat 'bertikai'. Mereka adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani vs Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Uang menjadi sumber masalah kedua pejabat tersebut. Uang yang dimaksud di sini pembayaran dana bagi hasil (DBH) ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Baca Juga: Sindir Sri Mulyani, BPK Bela Anies terkait Dana Bagi Hasil DKI Jakarta

Permasalahan ini dimulai ketika Sri Mulyani menyebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki anggaran untuk membantu masyarakat miskin dan terdampak virus corona. Untuk itu, pemerintah pusat mengambil alih penyaluran bansos di DKI Jakarta.

"Kami dapat laporan, dari Menko PMK, ternyata DKI yang tadinya cover 1,1 juta warganya mereka tidak punya anggaran dan minta pemerintah pusat yang covering terhadap 1,1 juta warga," ujarnya Sri Mulyani di Jakarta, Rabu 6 Mei 2020.

Baca Juga: M Taufik Bela Anies soal Pembagian Bansos Warga Jakarta Terdampak Covid-19

Pernyataan Sri Mulyani sontak membuat geger. Tak ingin bola liar di tangan Pemprov DKI Jakarta, mereka menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus membayar tunggakan DBH tahun 2019 sebesar Rp5,16 triliun. DBH ini bisa dimanfaatkan untuk penanganan dampak Covid-19.

Namun, Sri Mulyani baru mencairkan DBH sekira Rp2,6 triliun dan sisanya menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sayangnya, pernyataan Sri Mulyani bertolak belakang dengan BPK.

Menurut Ketua BPK Agung Firman Sampurna, pembayaran DBH tidak perlu menunggu hasil audit dari BPK. Bahkan menurutnya, pemerintah sama sekali tidak relevan untuk menggunakan hasil pemeriksaan BPK sebagai dasar pembayaran DBH.

"Penting untuk ditegaskan di sini tidak relevan menggunakan pemeriksaan BPK sebagai dasar untuk bayar DBH," ujarnya, Senin 11 Mei 2020.

Bahkan menurut Agung, tidak ada satupun ketentuan Undang-Undang yang mengatur bahwa pembayaran kewajiban oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menunggu hasil audit BPK. Misalnya dalam undang-undang dasar, UU 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, maupun UU nomor 1 tahun 204 tentang Perbendaharaan Negara

"Yang kami lakukan pemeriksaan di sini, dan yang dilakukan Pemerintah Pusat dalam hal ini kementerian keuangan adalah pengelolaan keuangan negara dasarnya sudah jelas," ucapnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement