Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Guyur Stimulus demi Produksi Minyak 1 Juta Barel per Hari

Suparjo Ramalan , Jurnalis-Sabtu, 21 November 2020 |09:20 WIB
Guyur Stimulus demi Produksi Minyak 1 Juta Barel per Hari
Kilang Minyak (Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA - Dalam rangka meningkatkan iklim investasi di industri hulu migas untuk mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada Tahun 2030, pemerintah mencatat perlu langkah-langkah strategis untuk menarik investor.

Bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan, SKK Migas merumuskan opsi kebijakan fiskal untuk meningkatkan iklim investasi. Opsi kebijakan fiskal itu ditargetkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

 Baca juga: Harga Minyak Tergelincir, Investor Khawatir Akan Prospek Permintaan

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 dan persaingan global yang semakin ketat, Indonesia harus bisa bersaing untuk menarik investor. Untuk itu dibutuhkan stimulus, khususnya terkait sistem bagi hasil, perpajakan, dan kemudahan dalam menjalankan kegiatan usaha.

“Stimulus dibutuhkan untuk memastikan proyek tersebut masih menarik investor,” katanya saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Forum Ekonomi dan Keuangan 2020 yang digelar secara online belum lama ini, Jakarta, Sabtu (21/11/2020).

 Baca juga: Harga Minyak Turun Tipis Imbas Peningkatan Pasokan AS

Dalam FGD, pemerintah mengangkat tema Strategic Collaborative Sinergy and Effective Fiscal Terms, FGD itu dihadiri sekitar 500 peserta. Di mana, forum itu menjadi wadah diskusi antara SKK Migas, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS), para ahli ekonomi dan keuangan dalam dan luar negeri, serta para pengambil keputusan di Indonesia untuk membahas rumusan kebijakan fiskal yang paling efektif dan menarik bagi sektor hulu migas Indonesia.

Senada, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S Handoko mengatakan, FGD merupakan kelanjutan dari serangkaian diskusi dengan para pemangku kepentingan yang telah dilakukan sebelumnya. Semua pihak, kata Arief, memiliki spirit yang sama untuk mencari konsep atau bentuk rumusan insentif agar dapat memberikan kepastian investasi di awal, dalam mendukung keekonomian investor.

Insentif ini dibutuhkan oleh industri hulu migas karena gap antara produksi dan konsumsi di dalam negeri semakin besar. Saat ini sebagian besar wilayah kerja yang akan dikerjakan oleh kontraktor adalah wilayah kerja yang tua, atau berada di wilayah kerja yang sulit.

“Untuk meningkatkan cadangan, mutlak dibutuhkan eksplorasi yang saat ini mulai bergerak ke arah yang sulit, yaitu bergerak dari wilayah barat ke timur, dan dari darat ke laut. Inilah mengapa dibutuhkan insentif tersebut,” katanya.

Arief menambahkan, jenis insentif yang dibutuhkan kontraktor beragam, tergantung kegiatan yang akan dilakukan. Insentif yang dibutuhkan dalam jangka pendek meliputi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2017 terkait fasilitas perpajakan untuk Kontrak Kerja Sama existing.

Dia menilai, revisi diperlukan agar fasilitas pajak-pajak tidak langsung tidak hanya diberikan sejak tahap eksplorasi namun juga diberikan hingga akhir masa kontrak demi menjamin kepastian keekonomian proyek migas. Sementara untuk Kontrak Kerja Sama baru, perlu pemberlakuan kembali Assume and Discharge melalui revisi UU Migas.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement