JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai pembahasan Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK) diharapkan untuk segera dirampungkan. Hal itu untuk mencegah segala bentuk kejahatan transaksi dalam bentuk uang tunai.
Koordinator Kelompok Kehumasan PPATK Salam M. Natsir Kongah menyebut pembahasan RUU PTUK akan mendorong finansial inklusi dan menggalakkan program gerakan non tunai, serta dapat mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, khususnya yang berasal dari tindak pidana yang kerap kali menggunakan transaksi tunai sebagai upaya penyamaran dan penyembunyiannya.
Baca Juga: PPATK Temukan Transaksi Miliaran dari Rekening Terduga Bandar Narkoba
"RUU PTUK memiliki 2 (dua) substansi utama, yaitu batasan nilai berikut pengecualian atas batasan nilai transaksi uang kartal (Pasal 3 s.d Pasal 13), serta pengawasan pembatasan transaksi uang kartal (Pasal 13 s.d Pasal 17). Batasan nilai transaksi yang dapat dilakukan transaksi dengan menggunakan uang kartal dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sehingga dalam hal setiap orang akan melakukan transaksi di atas batasan nilai dimaksud wajib dilakukan secara non-tunai melalui penyedia jasa keuangan," kata Salam keterangan tertulis, Rabu (17/2/2021).
Dia menjelaskan, dalam RUU ini juga mengatur 12 transaksi yang dikecualikan dari ketentuan pembatasan transaksi uang kartal. Selanjutnya, terkait dengan pengawasan penerapan RUU PTUK akan dilakukan oleh Bank Indonesia, kecuali pengawasan yang dilakukan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh PPATK.
Baca Juga: Asset Recovery Belum Optimal, PPATK Minta Pemerintah Dorong RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
"Substansi dan urgensi RUU PTUK telah dikaji oleh PPATK sejak tahun 2011 dan akhirnya diputuskan oleh Pemerintah untuk diajukan sebagai RUU pada tahun 2017 dengan initial draft berasal dai PPATK," ujarnya.
Adapun RUU PTUK telah selesai dibahas di tingkat Pemerintah pada tahun 2018 yang dalam pembahasannya melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM, Otoritas Jasa Keuangan, Sekretariat Negara, serta PPATK.
"RUU PTUK telah disampaikan ke Presiden untuk mendapatkan persetujuan Presiden, dan selanjutnya untuk disampaikan ke DPR RI dan dilakukan pembahasan bersama," kata dia.