JAKARTA - Penghapusan fly ash and bottom ash (FABA) atau abu hasil pembakaran batu bara dari jenis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22/2021 sebagai turunan dari UU Cipta Kerja, harus didukung dengan regulasi petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaannya.
Anggota Komite Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rizal Calvary Marimbo mengatakan FABA dulu dianggap tidak ada gunanya. Padahal FABA ini seperti gadis cantik. FABA dulu dilarang-larang, malah menjadi persoalan. Dengan adanya PP, FABA bisa dioptimalkan untuk membantu percepatan pembangunan infrastruktur ke depan.
Rizal mengatakan BKPM sejak satu tahun lalu, melihat persoalan yang paling berat dari investasi bukan promosi ke luar. Mereka sudah tahu, Indonesia tujuan investasi yang luar bisa, begitu juga pasarnya. Tetapi persoalannya ada di domestik. Jadi yang perlu diperbaiki adalah iklim investasi.
“Pertama, perizinan. Kita ini perizinannya paling rumit, ribet. Kedua, regulasi. Regulasi tumpang tindih, termasuk soal FABA. Ketiga, lahan. Mafia-mafia tanah ini. Pemilik tanah yang mafia tanah ini yang harus diberantas,” kata Rizal saat Webinar bertajuk “Peta Jalan Pemanfaatan FABA yang Ramah Lingkungan dan Multiplier Effect Bagi Perekonomian” yang diselenggarakan Energy and Mining Society (E2S) seperti dilansir Antara, Jumat (26/3/2021).
Menurut Rizal, dengan dikeluarkannya FABA dari kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), iklim investasi ke depan makin baik. “Investasi kita ke depan, tidak hanya soal FABA saja. Maka dengan dikeluarkan FABA dari B3 akan mempengaruhi iklim citra investasi Indonesia lebih baik,” kata dia.
Menurut Rizal, FABA diharapkan menjadi bahan yang mudah diakses oleh industri terkait yang akan mengolah. BKPM juga mengharapkan jangan ada lagi pihak-pihak yang menafsirkan lain soal FABA, karena sudah jelas FABA ini dikeluarkan dari kategori B3.
“Juklak dan juknis yang akan keluar diharapkan tidak memberatkan bagi investor yang ingin berinvestasi soal FABA,” kata dia.