Pemberi wakaf (wakif) juga perlu diberikan pemahaman, jika mereka dapat mewakafkan uang untuk suatu tujuan tertentu. Misalnya membangun rumah sakit atau melakukan suatu usaha.
“Dalam hal ini, peran nazhir adalah sebagai penerima atau pengumpul dan penyalur wakaf kepada penerima wakaf sesuai keinginan wakif,” kata Wapres.
Dari contoh tersebut, dapat terlihat jika nazhir harus memiliki kompetensi khusus dalam mengelola wakaf. Oleh karena itu, dirinya mengharapkan dalam rapat koordinasi nasional ini, perlu disusun rencana strategis untuk membina para nazhir agar dapat memiliki kompetensi dalam melaksanakan fungsinya.
“Dalam kaitan ini, saya mengapresiasi upaya yang telah dilakukan BWI bersama Kementerian Agama, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Komunitas Wakaf Produktif yang telah memulai dengan menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Nadzir,” kata Wapres.
Melalui pendidikan dan pelatihan kepada nadzir berdasarkan SKKNI tersebut, para nadzir akan tersertifikasi, memiliki kualifikasi dan kompetensi yang baik dalam pengelolaan wakaf. Tidak hanya dari sisi masalah fiqih wakaf.
“Tapi juga memahami tata kelola harta benda wakaf termasuk penggalian potensi seperti wakaf dari perusahaan, pengembangan aset wakaf serta penyaluran hasil manfaat,” kata Wapres.
(Dani Jumadil Akhir)