JAKARTA - Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyarankan agar pemerintah merencanakan dengan matang pembangunan Bukit Algoritma atau pusat inovasi dan riset digital di Sukabumi, Jawa Barat.
Dia mewanti-wanti jangan sampai proyek disebut Silicon Valley itu lebih banyak menyerap tenaga kerja asing daripada tenaga kerja lokal. Pembangunan industri dilakukan di atas lahan seluas 888 hektare (ha) dengan investasi Rp18 triliun.
"Jangan sampai ada pembangunan Silicon Valley, malah dorong masuknya tenaga kerja asing lebih banyak. Bagaimana tenaga kerja Indonesia bisa memanfaatkan Silicon Valley di Sukabumi nanti itu harus disiapkan," ujar dia, Kamis (15/4/2021).
Baca Juga: Bukit Algoritma Jadi Silicon Valley Indonesia? Penuhi Syarat Ini Dulu
Meski begitu dia tak memungkiri bahwa tenaga kerja asing lebih banyak yang melek teknologi dibandingkan tenaga kerja Indonesia.
Dari data badan pusat statistik (BPS) sumber daya manusia (SDM) di Indonesia hanya 12% yang berpendidikan tinggi. 80% lebih adalah tamatan sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).
Eshter menilai, apabila pemerintah ingin membuat kawasan ekonomi khusus (KEK) di bidang teknologi canggih, SDM yang kompeten yang berdaya saing dan unggul harus diciptakan. Dengan begitu, proyek ini tidak harus memakai tenaga kerja asing. Ini harus menjadi pacuan kepada pemerintah.
Untuk Silicon Valley, kesesuaian kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan dengan wilayah sekitar tidak terlalu kuat. Tidak heran, tenaga ahli insinyur di Silicon Valley berasal dari India dan China, bukan mayoritas kawasan sekitar.
"Selain itu tenaga ahli banyak dari China misalnya, lebih melek high tech dibandingkan Indonesia. Ini harus diantisipasi jangan sampai juga dengan pembangunan Silicon Valley meningkatkan ketimpangan ekonomi," katanya.