Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Minyak Goreng Langka, Sabotase Politik?

Opini , Jurnalis-Sabtu, 12 Maret 2022 |11:12 WIB
Minyak Goreng Langka, Sabotase Politik?
Analis Politik Indonesia, Boni Hargens.
A
A
A

JAKARTA - Kelangkaan minyak goreng murni risiko pasar atau justru sabotase politik? Mungkinkah pusat saraf permainan ini bisa dipangkas dalam waktu cepat?

Praktisi ekonomi berdalih, kelangkaan minyak sawit telah memicu kenaikan harga crude palm oil (CPO) yang berimbas pada kelangkaan minyak goreng di pasar rakyat. Kacamata awam melihat ini kejanggalan mengingat Indonesia sendiri justru produsen sawit. Lantas, kenapa minyak goreng langka?

Spekulasi yang berkembang mengerucut pada tiga argumen umum. Pertama, terjadinya kepanikan masyarakat, yang ahli pasar sebut panic buying. Artinya, konsumen cendrung memborong barang langka sebagai ekspresi kepanikan. Kedua, ada tangan kotor yang mencurangi distribusi barang. Ketiga, tentu saja pecundang yang kita sebut ‘mafia pasar’ melakukan penimbunan barang langka yang serentak memicu kenaikan harga. Benarkah ini fenomena pasar per se atau ada aksi sabotase politik terhadap pemerintah?

 BACA JUGA:Minyak Goreng Langka, Susi Pudjiastuti Ajak Emak-Emak Buat Minyak dari Kelapa! Begini Caranya

Sabotase Politik?

Dalam denotasi dasar, sabotase politik adalah tindakan yang bertujuan melemahkan pemerintah melalui aksi subversif, disrupsi, dan tindak penghancuran yang terencana (Pasquinelli, 2008; Pouget, 2001). Sabotase mungkin terminologi yang keras. Tetapi, setidaknya sebagai pra-hipotesis, potensi sabotase bisa saja sebuah faktum politik yang melatari fenomena kelangkaan minyak goreng kali ini. Bagaimana tidak, di saat pemerintah bekerja keras mempersiapkan ibukota Nusantara, menangani pandemi Covid-19 yang terus bermutasi, muncul gangguan sosial yang cukup menguras perhatian. Gangguan macam ini, secara teoretis, merupakan prakondisi sebuah gebrakan politik yang lebih rumit dan revolusioner.

Kalau ini betul sabotase, apa tujuan terdekat dan terjauhnya? Secara konstitusional, pemerintahan Presiden Joko Widodo tinggal dua tahun—dengan asumsi tidak ada kejadian luar biasa yang memungkinkan terjadinya amandemen Konstitusi! Dalam logika sabotase, kelangkaan bahan kebutuhan dasar bisa saja rekayasa untuk menciptakan kekacauan massal. Sabotase barang kebutuhan publik memicu dengan begitu cepat gelombang keresahan dan kemarahan yang, dalam teori Le Bon (1895) soal penularan sosial-psikologis, dapat berujung pada gejolak sosial. Dalam jangka pendek, hal ini berpengaruh efektif terhadap lanskap politik elektoral berikutnya. Dalam jangka panjang, gangguan macam ini berpotensi melemahkan citra pemerintah atau sedapat mungkin mengaburi ingatan publik perihal prestasi pemerintah selama dua periode ini.

Solusinya, kalau bertahan dalam alur berpikir ini, tentu tidak selesai dengan memborgol pelaku yang merusak distribusi barang langka atau mereka yang dengan tujuan ekonomis melakukan penimbunan. Skenario komprehensif mesti menyasar para aktor intelektual pada hierarki tertinggi dalam taksonomi rekayasa ini. Merekalah pusat saraf yang perlu dipotong untuk menghentikan jejaring permainan malefik tersebut.

Belajar dari Kadal Agama

Pemerintah dan pranata penegak hukum tentu lebih paham bagaimana menangani arsitektur permainan macam ini. Seperti ketika Presiden Jokowi, dalam pidato resmi, menyinggung para mafia impor yang mengeruk untung dengan menghisap darah rakyat, pemerintah tentu sudah mengantongi daftar begundal di balik kelangkaan minyak goreng saat ini. Namun, solusi yang tepat sasaran dan super-efektif amat dibutuhkan untuk mencegah mainan macam ini terus berlanjut, apalagi menjelang pemilu.

Kita perlu belajar dari kadal gurun. Kadal Agama merupakan genus kadal dengan 47 spesies yang berasal dari ordo Squamata. Lebih tepatnya, hewan insektivora—pemakan serangga— ini berasal dari keluarga Agamidae yang umumnya hidup di gurun Afrika.

 BACA JUGA:Bulog Tak Terima Penugasan Stabilkan Harga Minyak Goreng

Kadal Agama memiliki keunikan. Salah satu spesies kadal ini adalah Kadal Agama Pelangi karena kulitnya yang warna-warni. Pejantan umumnya berwarna kombinasi merah dan biru sehingga dikenal dengan sebutan kadal spiderman, sedangkan yang betina biasanya coklat buram. Kadal jantan memilki wilayah kekuasaan tersendiri. Kalau pejantan lain menyusup, mereka akan berperang. Menariknya, saat berhadapan dengan ancaman, pejantan memancarkan warna kulit merah-biru yang mencolok untuk mengintimidasi musuh.

Kembali soal pra-hipotesis sabotase tadi, ada kemungkinan pelaku tampil mencolok seperti kadal Pelangi untuk mengamplifikasi potensi intimidasi yang dirancang. Tentu ada momen dimana mereka muncul di permukaan dengan tanda-tanda yang khas seperti peningkatan lalulintas uang, lonjakan kekayaan mendadak, dan sebagainya. Positifnya, dengan melihat kemencolokan itu, otoritas hukum dapat melacak pusat sarafnya dengan mencari ‘kadal’ mana yang menampilkan ‘kulit warna-warni paling terang’. Mereka itulah yang perlu dicurigai sebagai yang berkepentingan dengan ketidakmenentuan yang direkayasa ini.

Refleksi

Dari asal mulanya, pemerintahan demokrasi selalu mengagungkan kemaslahatan umum. Dalam praksis, kemuakan dan kejenuhan tiada henti karena banyak politisi menjadikan demokrasi sebagai kedok untuk membalut ambisi kotor. Penekanan yang tebal terhadap pemilu sebagai kriterium dasar demokrasi memunculkan kritisisme bahwa demokrasi elektoral melenceng dari dan mencurangi hakikat teleologis demokrasi substansial.

Praktek sabotase kebutuhan masyarakat bisa saja menjadi strategi politik yang jitu untuk memenangkan pertarungan atau melemahkan lawan. Tetapi, dalil moral meletakkan mainan macam itu di luar kotak karena bertentangan dengan seluruh keluhuran prinsip politik demokratis.

Tidak ada panasea yang berlaku umum di dunia untuk menyembuhkan praktek demokrasi yang curang, kotor, dan disruptif. Setiap negara memiliki konteks dan metode tersendiri untuk mengatasinya. Pancasila sebagai dasar filosofis dan ideologi negara merupakan panduan dasar.

Konkretnya, institusi hukum dan seluruh skenario penegakannya mesti bertujuan mengembalikan bandul kehidupan berbangsa dan bernegara pada rahim Pancasila sebagai sentrum seluruh nilai sosial-politik.

Para pelaku politik yang menghalalkan segala cara, seperti melakukan sabotase ekonomi dan politik, tak bisa ditangani semata sebagai kriminal. Perlu ada terobosan hukum yang memberikan efek jera yang mengakar dan berdampak jangka panjang. Kita tak hanya berbicara tentang sanksi hukum terhadap pelaku penimbunan barang kebutuhan rakyat, tetapi juga aspek pencegahan.

Selama ini Indonesia diapresiasi dunia untuk keberhasilan dalam memberantas terorisme dan menanggulangi radikalisme. Strategi dan komitmen yang sama perlu diterapkan dalam menangani para pelaku pasar gelap, oligarki politik yang jahat, dan pelaku politik yang berwatak teroris. Dengan begitu, perlahan tapi pasti, relasi negara-masyarakat akan menuju pada titik harmonisasi yang menjanjikan di masa depan.

Dari fiksi ilmiah Suzanne Collins (2008), Hunger Games, yang dipopulerkan layar lebar produksi Nina Jacobson dan Jon Silik (2012), kita belajar ulang bahwa manusia pada dasarnya haus akan perlakuan adil sebagai conditio per quam sebuah equilibrium sosial-kemanusiaan. Bahkan, dari sosok protagonis Katniss Everdeen, moralnya jelas bahwa keberpihakan terhadap yang tertindas, atau kaum mustad’afin dalam bahasa Ali Syari’ati (1933-1977) atau the disinherited dalam istilah Franzt Fanon (1925-1961), merupakan panggilan ontologis manusia sebagai ‘mahluk moral’.

Negara dibentuk untuk memastikan perjalanan sejarah manusia bergerak dalam lajur moral itu. Demokrasi adalah pilihan terbaik untuk kita yang diperkaya oleh Pancasila sebagai abstraksi seluruh prinsip demokrasi dan keunggulan lokal bangsa Indonesia. Maka, tugas negara adalah memastikan rakyat selalu selamat dalam keadaan apapun. Untuk tujuan etis itu, perlu ada ketegasan yang konsisten dalam memberantas setiap kejahatan, entah bermotif politik, ideologis, ataupun ekonomi. Seruan moral adalah tugas para agamawan dan kritikus sosial. Tugas negara adalah memastikan seruan itu menjadi kenyataan yang menyelamatkan.

Boni Hargens, Analis Politik Indonesia

(Zuhirna Wulan Dilla)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement