Para ahli fikih mensyaratkan bahwa penimbunan yang dapat dihukum bersalah adalah pertama, barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya; kedua, barang yang ditimbun dalam rangka atau bertujuan memainkan harga pasar dengan melakukan penjualan setelah harga naik; ketiga, penimbunan dilakukan pada saat masyarakat membutuhkan barang tersebut.
Dari segi jenis barang yang ditimbun, memang beberapa ulama fikih mengatakan bahwa hanya terbatas pada bahan-bahan pokok saja, tetapi Yusuf Qaradhawi memfatwakan tidak hanya terbatas pada bahan-bahan pokok, tetapi juga melingkupi semua jenis barang.
Taqiyuddin al-Nabhani mengatakan bahwa praktik penimbunan dalam segala hal itu hukumnya haram. Sebab, makna ihtakara dalam bahasa Arab berarti ‘mengumpulkan sesuatu secara mutlak’.
BACA JUGA:Sempat Krisis, Ini Cara Nabi Muhammad SAW Bangkitkan Perekonomian Madinah
Di samping itu, karena makna harfiah hadis-hadis yang menyatakan tentang penimbunan tersebut menunjukkan pengharaman penimbunan dalam segala hal, tanpa ada batasan sehingga kemutlakan dan keumumannya tetap berlaku.
Paparan hukum penimbunan barang dalam konsep Islam di atas menyiratkan dua hal penting untuk menjadi renungan hukum positif di Indonesia. Pertama, hukum ekonomi Islam memiliki hukum material yang lengkap dalam hal penimbunan barang.
Kelengkapan tersebut dapat dilihat dari kejelasan bentuk kegiatan, baik perilaku (behavior) maupun perjanjian (market structure), jenis barang, syarat-syarat penimbunan, waktu, dan seterusnya. Kelengkapan materi hukum dalam masalah penimbunan bukanlah masalah yang sederhana karena tindakan penimbunan barang menyangkut hajat hidup orang banyak, bahkan dapat merusak stabilitas perekonomian dan politik negara.
Sementara, dalam konteks hukum Indonesia, kedua hal inilah yangn tidak hadir dalam hukum kita.
Hukum pidana kita sumir dalam menjerat pelaku penimbunan. Dari sisi materi hukum, pelaku penimbunan pun hanya dijerat dengan hukum pidana biasa.
Padahal, akibat dari perilaku penimbunan itu berbeda dengan pidana seperti pencurian yang hanya mengakibatkan kerugian satu orang atau keluarga. Penimbunan barang itu dapat merusak harga pasar dan merugikan masyarakat secara masif dalam satu negeri.
(Zuhirna Wulan Dilla)