JAKARTA - Sosok di balik bisnis Wilmar menarik diketahui. Hal ini setelah Komisaris Utama (Komut) PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Kejagung menetapkan Komut Wilmar Nabati sebagai tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng.
Baca Juga: Kejagung Dalami Total Kerugian Kasus Ekspor Minyak Goreng
Tak hanya Komut Wilmar Nabati, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya, salah satunya Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana.
Baca Juga: Ini 4 Konglomerat yang Makin Kaya Raya dari Minyak Goreng
Lalu ada siapa di balik bisnis Wilmar? Wilmar Nabati merupakan anak usaha dari Wilmar Group yang bergerak dalam jasa pengolahan minyak mentah kelapa sawit terbesar di Indonesia.
Perusahaan yang bergerak di bawah naungan pengelolaan Wilmar International Group ini merupakan produsen minyak goreng Sania Royale dan Fortune.
Salah satu pendiri Wilmar International adalah Martua Sitorus yang merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia.
Martua merintisnya bersama pengusaha asal Singapura Kuok Khoon Hong alias William yang sempat menjadi partner bisnisnya pada 1991. Nama Wilmar pun didapatkan dari akronim nama keduanya.
Luas lahan Wilmar pada awalnya sebesar 7.100 hektare. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, bisnis Wilmar makin meluas dan menjangkau beberapa negara di dunia. Saat krisis moneter 1997, Wilmar juga berhasil bertahan bahkan masih bisa memberikan tunjangan krisis sebesar 2,5% kepada karyawannya.
Dalam data Forbes terbaru, Martua Sitorus kini mempunyai kekayaan USD3 miliar atau setara Rp42,9 triliun. Hal ini menjadikannya salah satu 'Raja Sawit' di Indonesia.
Perusahaan ini bergerak di perkebunan kelapa sawit, penyulingan minyak masakan, penggilingan biji minyak, pemrosesan dan pengepakan minyak masakan konsumsi, lemak, oleokimia, dan biodiesel, serta pemrosesan dan pengepakan gandum.
Pria bernama asli Thio Seng Hap alias A Hok ini lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Keluarganya pun bukan termasuk keluarga berada. Oleh karena itu, menjual udang dan menjadi loper koran dia lakukan untuk membantu perekonomian keluarganya.
Pekerjaan itu dia lakukan sambil menempuh pendidikannya. Berkat kegigihannya, ia berhasil menyelesaikan studi ekonomi di Universitas HKBP Nommensen Medan. Lulus kuliah, dia sempat menjalankan usaha kecil-kecilan.
(Dani Jumadil Akhir)