Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Menko Luhut Benarkan RI Mau Beli Minyak Rusia, Singgung Subsidi BBM

Agregasi VOA , Jurnalis-Senin, 19 September 2022 |13:37 WIB
Menko Luhut Benarkan RI Mau Beli Minyak Rusia, Singgung Subsidi BBM
Menko Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang mempertimpangkan untuk membeli minyak dari Rusia.

Dikutip dari VOA Indonesia, Amerika mengaku paham dengan pertimbangan Indonesia tersebut.

Diketahui, dalam wawancara dengan Financial Times pekan lalu, Presiden Jokowi mengatakan sedang mempertimbangkan membeli minyak dari Rusia.

“Kami memonitor semua opsi. Jika ada negara lain yang menawarkan harga lebih baik, tentu saja,” kata Jokowi pada Senin (19/9/2022).

 BACA JUGA:Jika Beli Minyak Rusia, Ini Konsekuensi yang Harus Ditanggung RI

Dia juga merupakan tugas pemerintah menemukan beragam sumber untuk memenuhi energi rakyat.

"Kami ingin menemukan solusinya," tegasnya.

Adapun Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang pekan ini sedang berada di Washington DC membenarkan pernyataan presiden itu.

Dia menyampaikan secara terbuka kepada sedikitnya tiga pejabat Amerika, yaitu Penasihat Keamanan Nasional Amerika Jake Sullivan, Menteri Perdagangan Gina Raimundo dan Menteri Keuangan Janet Yellen. Hal itu dia sebut saat melangsungkan pertemuan secara terpisah dengan ketiga pejabat tersebut Jumat lalu (16/9/2022).

“Saya bilang kami ingin bicara secara terbuka, kami mana saja siap. Jika Kepres itu bisa dieksekusi, ya kita OK, gak ada masalah. Tapi jika tidak bisa khan kami harus survive. Subsidi kami USD35 billion. Itu mau diapain? Khan bisa collapse. Dia paham. Jadi dengan bicara terbuka, tidak berbelit kami jelaskan bahwa it’s a matter of survival. Jika bisa, ya dijalankan. Jika tidak yaa kita harus anu… Kami dengan Rusia juga bicara terbuka juga," kata Luhut.

Luhut juga ditanyai soal apakah ada tekanan dari Yellen terkait hal itu.

"Saya lihat tidak, kami bicara terbuka, ketawa-tawa juga. Dia bilang make sense juga. Saya bilang sama dia India juga beli 1 juta barel per hari, tidak ada masalah juga. Jadi bagaimana dengan kami?,” ucap Luhut.

Namun, Luhut tidak merinci Kepres atau semacam kebijakan khusus yang akan disampaikan oleh Yellen terkait pembelian minyak Rusia ini, tetapi menurutnya akan disampaikan dalam dua bulan ke depan.

“Kami siap mempelajari hal ini jika sudah di-share nanti," tegasnya.

Ada juga pakar hubungan internasional di Universitas Indonesia Suzie Sudarman mengatakan dalam konteks memenuhi kepentingan nasional, setiap negara sedianya menghormati keputusan yang diambil negara lain.

“Sesuatu yang mencengangkan jika Indonesia tidak dikenai sanksi oleh AS karena kita biasanya kena secondary sanction dan lain-lainnya yang berhubungan selalu dinilai netral," jelasnya.

"Saya kira hubungan Indonesia dan AS semakin akrab berkat latgap Garuda Shield, yang menjadi mode isyarat Indonesia pada AS bahwa kami tetap membutuhkan AS memang tidak masuk QUAD atau AUKUS atau secara terang-terangan menerima keduanya, tetapi kita butuh AS di kawasan. Di sisi lain AS memahami kebutuhan Indonesia karena terkait sumber daya langka seperti minyak, jadi ada trade off. Yang penting kedua pihak, baik AS maupun Indonesia, sama-sama memahami alasan kebijakan masing-masing dan menghormatinya,” tambahnya.

Sebagai informasi, seiring penyesuaian harga BBM yang diumumkan 3 September lalu, anggaran subsidi dan kompensasi energi pun naik tiga kali lipat.

Kenaikan subsidi untuk BBM dan LPG dari Rp77,5 triliun ke Rp149,4 triliun, serta untuk listrik dari Rp56,5 triliun naik ke Rp59,6 triliun.

Kompensasi untuk BBM dari Rp18,5 triliun menjadi Rp252,5 triliun dan kompensasi untuk listrik dari semula Rp0 menjadi Rp41 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun sempat mengatakan total subsidi dan kompensasi untuk BBM, LPG dan listrik ini mencapai Rp502,4 triliun.

Di mana angka ini dihitung berdasarkan rata-rata ICP (Indonesian Crude Price) yang bisa mencapai USD105 per barel dengan kurs Rp14.700 per satu dolar Amerika.

Namun, dia menegaskan bahwa jika harga ICP turun ke USD90 per barel hingga Desember 2022 maka rata-rata satu tahun ICP Indonesia masih mencapai USD99 per barel.

Kalaupun harga ICP turun hingga di bawah USD90/barel maka keseluruhan tahun rata-rata ICP Indonesia masih di USD97/barel.

Sehingga dengan perhitungan ini, angka kenaikan subsidi dari Rp502 triliun masih akan tetap naik menjadi Rp653 triliun jika harga ICP adalah rata-rata USD99 per barel.

Sedangkan jika harga ICP di USD85 per barel sampai Desember 2022 maka kenaikan subsidi menjadi Rp640 triliun.

Sri Mulyani menambahkan kalau kenaikan Rp137 triliun atau Rp151 triliun tergantung dari harga ICP.

"Perkembangan dari ICP ini harus dan akan terus kita monitor karena memang suasana geopolitik dan suasana dari proyeksi ekonomi dunia masih akan sangat dinamis," pungkasnya.

(Zuhirna Wulan Dilla)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement