JAKARTA - Ekonomi digital diprediksi akan terus tumbuh meski terjadi penurunan valuasi hingga diterpa ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Aliran investasi ke sektor teknologi digital kembali turun, hal ini ditandai dengan pendanaan modal ventura ke startup di Asia Tenggara (Asean) hanya sekitar USD3,72 miliar atau turun 36,4% secara year on year (yoy).
Bahkan, sejak Januari hingga September 2022, total investasi startup di Asean hanya mencapai USD12,68 miliar, turun 16,4% yoy. Demikian berdasarkan vantage pada kuartal III-2022,
BACA JUGA:Ekonomi Digital Indonesia Diprediksi Tembus Rp1.193 Triliun pada 2022, Ini Penopangnya
Fenomena ini terjadi bukan karena pecahnya gelembung yang nantinya akan merontokkan pertumbuhan ekonomi digital, melainkan reposisi bagi investasi ke depan.
“Fenomena siklikal yang terjadi akibat munculnya arus balik dari pertumbuhan cepat valuasi perusahaan teknologi digital," kata Direktur Eksekutif Lippo Group sekaligus praktisi modal ventura John Riady dalam risetnya, Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Sebaliknya jumlah transaksi pendanaan baik secara kuartalan maupun periode tahun berjalan justru mengalami kenaikan.
“Valuasi yang cenderung tinggi itu telah memicu terjadinya inflasi nilai yang pada akhirnya terjadi penurunan valuasi secara cepat perusahaan-perusahaan teknologi digital," katanya.
BACA JUGA:Potensi Ekonomi Digital RI Diprediksi Capai Rp4.500 Triliun di 2023
Dia mengungkapkan kondisi saat ini jauh berbeda dengan fenomena buble yang terjadi pada akhir 1990-an, di mana aliran investasi jumbo masuk ke dalam sektor digital.
“Saat itu, bubble dotcom terjadi, valuasi turun, dan secara riil belum terdapat infrastruktur yang mendukung pengembangan lebih jauh. Saat ini, digitalisasi terjadi di semua lini, dan mengubah banyak pola kehidupan,” katanya.
Saat situasi perekonomian global diprediksi bakal mengalami kontraksi akibat perang serta imbas pandemi, hal itu merembet kepada likuiditas serta investasi startup. “Investor lebih hati-hati, tidak lagi sekadar euforia digital, melainkan cermat menggandeng mitra perusahaan teknologi digital,” ujarnya.
John mengatakan fenomena bubble yang saat ini terjadi merupakan ujian bagi para pelaku startup sekaligus investor.
“Bagi investor, di tengah ketidakpastian seperti saat ini, cenderung main aman apalagi sewaktu The Fed menaikkan suku bunga. Sedangkan bagi para pelaku startup, harus pintar mencari mitra investor yang bisa berkolaborasi secara strategis,” simpulnya.
Di sisi lain, berbagai lembaga riset menilai pertumbuhan ekonomi digital untuk kawasan Asean masih cukup kuat. Mengacu riset Google dan Bain & Company, nilai transaksi ekonomi digital Asean mencapai USD200 miliar pada 2022, tumbuh lebih cepat dari perkiraan. Terkait prospek ke depan, John menilai ekonomi digital masih tetap cerah, terutama buat Indonesia.
“Indonesia mengambil porsi lebih dari separuh Asean, kita punya populasi produktif yang sangat besar diiringi penetrasi internet cukup masif. Katalis lainnya, saat ini pembangunan infrastruktur sangat berhasil yang akan menumbuhkan berbagai pusat pertumbuhan baru secara nasional,” katanya.
(Dani Jumadil Akhir)