JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menceritakan pengalamannya saat mengelola keuangan negara di tengah situasi krisis dan emergency, baik di masa pandemi Covid-19 dan pasca-pandemi tidaklah mudah.
Dalam menghadapi pandemi Covid-19, dilihat tidak hanya dari sisi apakah sudah efektif menangani pandemi dan memulihkan ekonomi, namun banyak sekali pembelajaran yang bisa dipetik. Terutama jajaran pengelola keuangan negara.
Baca Juga:Â Ditegur DPR soal Kebijakan Cukai Rokok, Sri Mulyani Minta Maaf
"Apa yang bisa kita pelajari dalam respon yang sungguh luar biasa dalam kondisi krisis emergency dimana kita dipaksa melakukan berbagai keputusan kebijakan yang di luar pakem namun kita tetap sadar sesadar-sadarnya bahwa ini tidak boleh menjadi ajang penyelewengan. Kalau kita sering rapat, apalagi dengan Kejaksaan Agung, Bapak Jaksa Agung mengingatkan pertama, necessary condition adalah tidak ada niat buruk. Niatnya harus baik, tapi bahkan niat baik di perjalanannya bisa terpeleset," ujar Sri dalam Puncak Peringatan Hakordia Kemenkeu Tahun 2022 bertajuk "Integritas Tangguh, Pulih Bertumbuh" secara virtual di Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Jadi, Sri Mulyani menilai bahwa niat yang baik atau bukan niat yang buruk, harus dilengkapi dengan kemudian respon mengenai tata kelola, regulasi, dan setting yang memungkinkan untuk mengeksekusi niat yang baik dalam suasana extraordinary secara akuntabel.
Maka dari itu, Sri menekankan transparansi menjadi sangat penting, kesadaran bahwa ini adalah sebuah langkah yang nanti harus dipertanggung jawabkan, sehingga akuntabilitas menjadi salah satu yang sangat penting.
Baca Juga:Â Bupati Meranti Sebut Kemenkeu Isinya Iblis dan Setan, Wamenkeu: Serius Mikirnya Begitu?
"Dan oleh karena itu, sebagai pembuat policy, kebijakan, dan regulasi, Kemenkeu harus mampu terus menerus dalam mendesain kebijakan regulasi menyadari mengenai tetap fokus bagaimana merespon terhadap suatu masalah, tetapi juga sadar sesadar-sadarnya bahwa ini harus akuntabel. Tidak mudah, saya mengakui dan berkali-kali di dalam berbagai pengalaman saya yang cukup lama. Trade-off antara accountability dan compliance versus efektivitas dan responsiveness. Itu aja, walaupun niat kita semua sama, itu saja sudah merupakan sebuah pilihan yang sering, sering sekali tidak mudah dan tidak simple. Bagaimana menciptakan kemampuan responsiveness yang cepat, efektif, namun kita tidak terpeleset pada akuntabilitas dan compliance," ungkap Sri.
Dia menekankan, naluri dari akuntabilitas dan compliance adalah kepatuhan. Bahkan, seringkali kepatuhan dan kekhawatiran terhadap akuntabilitas mendominasi dibandingkan tujuan untuk bisa memecahkan masalah secara efektif dan responsif.
Follow Berita Okezone di Google News