JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertimbangkan kembali memberlakukan sistem auto reject seperti sebelum pandemi. Sebagaimana diketahui auto reject bawah (ARB) diberlakukan secara asimetris dengan batas penurunan sebesar 7% saat pandemi.
“Memang kalau melihat auto reject asimetris setelah pandemi, selisih antara auto reject atas sebesar 35% dan ARB 7%. Kita review ke arah normal, tetapi bertahap,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi di Jakarta, Rabu (4/1/2023).
Adapun ketentuan auto rejection asimetris masih diterapkan untuk ARB selama pandemi. Akibat tidak simetris, BEI membatasi ARB maksimal dalam satu hari perdagangan adalah 7%. Namun, kebijakan ini berbeda dengan auto reject atas (ARA) pada sebuah saham.
Bursa Efek Indonesia memberlakukan ARA hingga 35% untuk saham dengan rentang harga Rp50 sampai dengan Rp200. Lalu ARA hingga 25% dengan rentang harga lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000.
Terakhir ARA hingga 20% untuk saham dengan harga di atas Rp5.000. Sistem auto rejection selama masa normal memang ditetapkan secara simetris. Dalam SK terbaru yang dikeluarkan BEI, penetapan ARA hingga 35% untuk saham dengan rentang harga Rp50 sampai dengan Rp200.
Kemudian, ARA hingga 25% dengan rentang harga lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000. Terakhir, ARA hingga 20% untuk saham dengan harga di atas Rp5.000.
Follow Berita Okezone di Google News
Sementara itu, ARB hingga 35% berlaku untuk saham pada level harga Rp50-Rp200. Kemudian, ARB hingga 25% untuk saham pada harga lebih dari Rp200-Rp5.000. Adapun, ARB hingga 20% diberlakukan untuk saham dengan harga di atas Rp5.000.
Berkenaan dengan jam perdagangan, Inarno menjelaskan bahwa mayoritas anggota bursa menghendaki jam perdagangan tetap berakhir pukul 15.00 WIB seperti saat pandemi, meskipun pemerintah telah mengakhiri pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Hal ini tidak lepas dari nilai transaksi yang tetap tumbuh meskipun durasi perdagangan menjadi lebih pendek.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) mengkritisi kebijakan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) yang masih menerapkan auto rejection bawah (ARB) asimetris yang dinilai kurang tepat di kondisi saat ini.
Menurutnya, dengan dicabutnya PPKM, BEI sudah tidak memiliki alasan untuk menggunakan aturan ARB 7% yang berlaku selama pandemi. Adapun aturan ini digunakan oleh BEI sebagai alat untuk membatasi pergerakan harga saham.
“Saya kira dalam kondisi normal semua harus kembali dalam kondisi normal dan tidak bisa lagi beralasan karena memang itu [ARB asimetris] tidak fair,” ujarnya.
Lebih lanjut, Samsul menambahkan, investor menjadi tidak nyaman dalam melakukan kalkulasi ketika saham dapat naik 25% dan turun hingga 7%. Hal ini menjadi salah satu faktor bahwa aturan ARB simetris lebih baik kembali diberlakukan. Dalam kesempatan yang sama, Samsul juga turut mengomentari terkait peluang bagi investor publik untuk memiliki saham BEI atau demutualisasi
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.