Jika sejak awal memang sudah sehat, lanjutnya, tentu kinerja akan semakin membaik ketika menjadi perusahaan terbuka, seperti yang terjadi dengan BRI, BNI, Bank Mandiri, Antam, Bukit Asam, dan lain-lain."Kinerja emiten-emiten perbankan tersebut sangat baik. Dari Laporan Keuangan kan kelihatan. Sedangkan yang tambang, juga bagus. Bisa jadi karena harga internasional memang sedang bagus," kata dia.
Menurut Irwan, salah satu faktor yang berperan meningkatkan kinerja emiten adalah prinsip transparansi, karena dengan keterbukaan, perusahaan lebih terkontrol.
"Kalau belum go public, kan tidak ketahuan, apakah ada penyimpangan atau tidak. Tetapi kalau sudah go public akan terpantau sehingga lebih profesional. Itu yang membuat kinerja meningkat dan mudah-mudahan lebih efisien," jelasnya.
Mengenai kepemilikan saham, menurut dia, hal itu tidak berubah, tidak akan beralih ke pihak swasta atau asing, terlebih jika jumlah saham yang dilepas relatif kecil, misal sekitar 20-30%. Dengan kondisi ini, tidak mengubah juga garis kebijakan perusahaan induk. Pasalnya, mayoritas masih BUMN, pemerintah.
“Untuk investor, istilahnya hanya kebagian rezeki saja,” tuturnya.
Bahkan, tambahnya, para karyawan juga bisa memiliki saham emiten tempat mereka bekerja, misal lewat koperasi karyawan dan sebagainya. Mereka juga bisa mengajukan ke direksi. Hal senada juga disampaikan pengamat pasar modal, Adler Haymans Manurung, banyak BUMN masuk lantai bursa dan pada akhirnya menuai sukses karena hal itu tak lepas dari prinsip keterbukaan.
Dengan transparansi, lanjutnya, publik bisa mengetahui kinerja keuangan perusahaan. Termasuk karyawan juga bisa melihat laporan tersebut.
(Taufik Fajar)