JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa Rp500 triliun uang nasabah di 12 koperasi disinyalir telah digunakan untuk pencucian uang.
Hampir Rp240 triliun dana tersebut berasal dari transaksi yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam Indosurya.
Baca Juga: PPATK Ungkap Indikasi Praktik Pencucian Uang untuk Dana Pemilu, Nilainya Fantastis
"12 koperasi itu total lebih dari Rp500 triliun, terkait dengan dugaan penyimpangan," kata Ivan usai RDP Bersama Komisi III DPR RI, Selasa (14/2/2023).
"Kan kita melakukan kajian terkait 12 koperasi, nah 12 koperasi itu nilai transaksinya yang kita lihat adalah lebih dari Rp500 triliun. Jadi artinya kita melihat bahwa potensi dana yang dihimpun oleh koperasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang itu," sambungnya.
Baca Juga: PPATK Terima 50 Ribu Laporan Keuangan Mencurigakan Setiap Jam
Terkait Indosurya, uang-uang tersebut dihimpun dari ratusan ribu nasabah. Bahkan temuan PPATK saja ada 40 ribu nasabah hanya dari satu bank, sedangkan analisa PPATK masih ada belasan bank lainnya.
"Kalau ditanya apakah ada aliran ke luar negeri, ya PPATK mengikuti ke luar negeri," sambungnya.
Lebih lanjut, Ivan menjelaskan bahwa KSP Indosurya memang mempunyai skema ponzi atau modus investasi palsu membayarkan keuntungan kepada nasabah dari uang mereka sendiri.
"Memang alirannya sederhana, skemanya secara keseluruhan ini skema ponzi. secara keseluruhan ini saya sudah sampaikan juga kepada Menkop pak teten, koperasi Indosurya ini memang skemanya ponzi, dia hanya menunggu masuknya modal baru," kata Ivan.
Ivan mengungkapkan dana nasabah sendiri banyak yang digunakan atau ditransaksikan ke perusahaan yang terafiliasi dengan koperasi simpan pinjam. Bahkan ada yang digunakan untuk hal-hal yang konsumtif oleh para petinggi KSP.
"Banyak dana nasabah itu dipakai, ditransaksikan ke perusahaan terafiliasi, contoh dibelikan Jet, dibayarkan yacht, untuk kecantikan, operasi plastik, macem-macem, artinya tidak murni dilakukan bisnis selayaknya koperasi," pungkasnya.
(Feby Novalius)