Dia mengungkapkan konsekuensi terburuk kalau sampai Indonesia gagal membayar utang, maka pengelolaan kereta cepat diambil alih sepenuhnya oleh China.
Pasalnya China berkeras minta agar APBN menjadi penjamin untuk pinjaman proyek kereta cepat.
"Kalau sudah pakai APBN ya bukan business to business lagi. Prinsip itu yang harus dipegang. Tapi China ingin kepastian bisa terbayar enggak utangnya? Kalau dianggarkan di APBN kan jelas pasti dibayar," bebernya.
Meski begitu, Luhut sempat merekomendasikan penjaminan dilakukan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).
Pemerintah juga disarankan menguatkan lobi ke China agar kembali ke proposal awal pembiayaan di mana bunga pinjamannya sebesar 2% dengan tenor selama 40 tahun.
Rizal mengaku kalau ditakutkan Indonesia mengalami situasi yang sama seperti Sri Lanka.
"Jangan sampai Indonesia seperti itu, investasi infrastruktur tidak menghasilkan," ujarnya.
"Karena klausul perjanjian di Sri Lanka dan Indonesia enggak mungkin jauh beda meskipun business to business," sambung Rizal.
Sebelumnya, China juga menjamin pembangunan proyek ini tidak akan menguras dana APBN Indonesia.
Tawaran China itu diterima Indonesia dengan menerbitkan Perpres Nomor 107 Tahun 2015.
Pembangunan kereta cepat pun dimulai pada 2016 dan ditargetkan rampung pada 2018 sehingga bisa mulai beroperasi pada 2019.
Hingga akhir Maret 2023, progres pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sudah mencapai 88,8% dan dijadwalkan akan diresmikan pada Agustus 2023.
Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas, mengatakan, negara-negara lain yang biasanya membangun kereta berkecepatan tinggi akan mempertimbangkan masalah mobilitas.
Namun, jalur Jakarta-Bandung sebenarnya sudah dilayani oleh jaringan kereta api dan memiliki jalan tol yang kondisinya relatif bagus.
Selain itu, menurut Darmaningtyas, waktu perjalanan yang nantinya hanya 37 menit saja menggunakan kereta cepat sebenarnya tak menawarkan keunggulan baru.
Alasannya, kemacetan di dalam kota, baik di Jakarta maupun Bandung, malah menyulitkan orang untuk datang ke stasiun dan menaiki kereta.
"Jadi sama saja antara perjalanan saya ke stasiun untuk naik kereta cepat ke Bandung dengan saya naik mobil sendiri langsung dari Jakarta menuju Bandung," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)