Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ada Robot AI, Pekerja Khawatir Profesinya Diambil Alih dan Jadi Pengangguran

Safina Asha Jamna , Jurnalis-Senin, 01 Mei 2023 |10:01 WIB
Ada Robot AI, Pekerja Khawatir Profesinya Diambil Alih dan Jadi Pengangguran
Robot AI. (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Kecerdasan buatan (AI) mulai terlihat mengisi berbagai bidang pekerjaan hingga menimbulkan kekhawatiran pekerja.

Dilansir BBC di Jakarta, Senin (1/5/2023), pekerja di bidang humas perusahaan konsultan besar yang berbasis di London bernama Claire mulai merasa khawatir dengan masa depan kariernya karena AI.

 BACA JUGA:

Padahal perempuan berusia 34 tahun ini mengatakan kalau dia begitu menikmati pekerjaannya dan mendapatkan gaji yang cukup memuaskan.

“Saya rasa kualitas pekerjaan yang saya hasilkan belum dapat ditandingi oleh mesin,” kata Claire.

BACA JUGA:

10 Profesi yang Tidak Bisa Digantikan Robot AI 

“Tetapi pada saat yang sama, saya kagum betapa cepatnya ChatGPT menjadi begitu canggih. Dalam beberapa tahun lagi, saya benar-benar dapat membayangkan dunia di mana sebuah bot melakukan pekerjaan saya sebaik yang saya lakukan sendiri. Saya benci memikirkan apa artinya itu bagi pekerjaan saya," tambahnya.

Sehingga beberapa minggu lalu, dia memutuskan untuk mulai belajar lebih banyak tentang teknologi yang mengubah industrinya.

Dia sekarang mencari kursus daring untuk belajar membuat kode.

“Dulu banyak teknologi yang membuat saya takut, jadi saya mengabaikannya, tetapi berdasarkan semua yang saya lihat, itu agak bodoh,” katanya.

Dia mengatakan ketika berita tentang robot mencuri pekerjaan manusia terus menjadi sorotan banyak pekerja merasa cemas tentang masa depan.

Di mana pekerja mempertanyakan apakah keterampilan yang mereka miliki akan relevan dengan pasar tenaga kerja di tahun-tahun mendatang.

Pada bulan Maret, Goldman Sachs menerbitkan sebuah laporan yang menunjukkan bahwa AI dapat menggantikan setara dengan 300 juta pekerjaan tetap.

Tahun lalu, survei tenaga kerja global tahunan PwC menunjukkan bahwa hampir sepertiga responden mengatakan mereka khawatir tentang kemungkinan peran mereka akan digantikan oleh teknologi dalam tiga tahun ke depan.

“Saya pikir banyak pekerja di bidang kreatif yang peduli,” kata seorang copywriter berusia 29 tahun yang berbasis di Bristol, Inggris bernama Alys Marshall.

“Kami semua hanya berharap klien kami akan mengenali nilai (kami), dan lebih memilih otentisitas (manusia) daripada harga dan kemudahan alat AI," ucapnya.

Para pelatih perkembangan karier dan pakar SDM mengatakan bahwa meskipun beberapa kecemasan mungkin dapat dibenarkan, karyawan perlu fokus pada hal-hal yang bisa mereka kendalikan.

Alih-alih panik tentang kemungkinan kehilangan pekerjaan karena mesin, mereka harus berinvestasi dalam mempelajari cara bekerja bersama teknologi.

Jika mereka memperlakukan AI sebagai sumber daya dan bukan ancaman, menurut para ahli, mereka akan menjadikan diri mereka lebih berharga bagi calon pemberi kerja.

Pelatih karier dan dosen di Columbia University di New York, Carolyn Montrose mengakui kecepatan inovasi dan perubahan teknologi bisa menakutkan.

“Adalah normal untuk merasakan kecemasan tentang dampak AI karena evolusinya berubah-ubah, dan ada banyak faktor aplikasi yang tidak diketahui,” katanya.

Tapi meskipun teknologi baru ini cukup menggelisahkan, dia juga mengatakan para pekerja tidak harus merasa ketakutan.

Scott Likens dari PwC, yang berspesialisasi dalam memahami masalah seputar kepercayaan dan teknologi juga ikut buka suara.

“Kemajuan teknologi telah menunjukkan kepada kita bahwa, ya, teknologi berpotensi untuk mengotomatisasi atau merampingkan proses kerja. Namun, dengan seperangkat keterampilan yang tepat, individu sering kali dapat berkembang seiring dengan kemajuan ini,” katanya.

Dia membenarkan bahwa pengenalan teknologi baru seringkali menakutkan bagi sebagian orang.

Namun, terlepas dari bagaimana orang merespons teknologi AI, jika manusia berpikir positif itu akan membantu pekerjaan.

Meskipun para pakar mengatakan kecemasan itu wajar, sampai tingkat tertentu, mungkin belum waktunya untuk menekan tombol panik.

Beberapa penelitian baru-baru ini menunjukkan ketakutan robot mengambil alih pekerjaan manusia mungkin berlebihan.

Penelitian November 2022 oleh profesor sosiologi Eric Dahlin di Universitas Brigham Young di Utah, AS, menunjukkan bahwa robot tidak menggantikan pekerja manusia dengan kecepatan yang diyakini kebanyakan orang.

Penelitian tersebut juga menemukan bahwa beberapa orang salah memahami seberapa cepat alat otomasi mengambil alih pekerjaan manusia.

Dari data Dahlin menunjukkan sekitar 14% pekerja mengatakan mereka telah mengalami pekerjaan mereka digantikan oleh robot. Namun, baik pekerja yang telah mengalami pergantian pekerjaan karena teknologi maupun mereka yang tidak, cenderung melebih-lebihkan kecepatan dan volume tren ini — perkiraan mereka jauh dari kenyataan.

“Secara keseluruhan, persepsi kita tentang robot yang mengambil alih sangat dibesar-besarkan. Mereka yang tidak kehilangan pekerjaan melebih-lebihkan sekitar dua kali lipat, dan mereka yang kehilangan pekerjaan melebih-lebihkan sekitar tiga kali lipat,” kata Dahlin saat mempresentasikan penelitiannya.

Menurut Dahlin beberapa teknologi baru mungkin akan diadopsi dan diimplementasikan tanpa mempertimbangkan dampaknya.

(Zuhirna Wulan Dilla)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement