JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah menetapkan kebijakan bursa Crude Palm Oil/CPO.
Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko menyebut kebijakan tersebut berbunyi, komoditas CPO yang berkode HS 15.111.000 saja yang masuk ke dalam bursa, dan hanya 10 persen dari total ekspor CPO.
BACA JUGA:
"Jadi kalau saya mengilustrasikan dengan angka produksi CPO tahun lalu, misalnya saya bulatkan kira-kira hasil produksi CPO dan turunannya 50 juta ton. Tapi yang diekspor adalah 30 juta ton. Jadi yang 20 juta ton nya itu untuk keperluan di dalam negeri. Baik untuk biodisel dan sebagainya," papar Didid dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
"Dari 30 juta ton itu, HS 15.111.000 itu hanya sekitar 9,75% atau mendekati sekitar 3 juta ton. Inilah yang akan kami wajibkan untuk nanti ekspornya melalui bursa," jelas dia.
BACA JUGA:
Lebih lanjut Didid menerangkan, dari 10 persen tersebut, akan dijadikan price discovery di mana pembeli dan penjual saling berinteraksi untuk mendapatkan harga. Setelah itu, ditarik menjadi price reference atau harga acuan.
Adapun, ekspor CPO yang masuk bursa ini tetap dengan memperhatikan kebijakan DMO.
"Jadi ketika akan ekspor CPO maka kewajiban utama adalah dia harus memenuhi DMO dulu, kalau udah memenuhi DMO, baru masuk ke bursa. Ketika dia sudah masuk ke bursa dia akan dapat persetujuan ekspor (PE). Setelah itu baru melakukan proses ekspor seperti biasa," ungkap Didid.
Didid manargetkan, bursa CPO ini akan rampung awal Juni 2023 sesuai dengan perintah Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan. Adapun dia bilang, proses launching ini membutuhkan waktu lantaran harus sesuai keputusan dari banyak pihak, yaitu Bappebti, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, dan Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag).
"Bulan Juni pokoknya jadi bulan Kramat di Kramat Raya," tandasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)