JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ditutup menguat di level Rp15.240 pada perdagangan Senin (4/9/2023).
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS melemah karena laporan ketenagakerjaan menambah narasi ‘soft landing’ pada hari Jumat memberikan gambaran yang beragam pertumbuhan lapangan kerja meningkat lebih dari perkiraan pada bulan Agustus, namun perekonomian AS menciptakan 110.000 lapangan kerja lebih sedikit dibandingkan yang dilaporkan sebelumnya pada bulan Juni dan Juli, tingkat pengangguran melonjak menjadi 3,8%, sementara kenaikan upah melambat.
"Yang penting, terjadi lonjakan besar dalam jumlah angkatan kerja sebanyak 736.000 orang, yang memberikan harapan bahwa peningkatan pasokan tenaga kerja dapat semakin mengurangi tekanan upah meskipun jumlah perekrutan tenaga kerja tetap tinggi," ujar Ibrahim dalam analisisnya, Senin (4/9/2023).
Para pedagang cenderung membaca bahwa The Fed akan tetap mempertahankan kebijakan moneternya pada akhir bulan ini, sehingga membebani dolar.
Meskipun demikian, hal ini juga menambah kesan bahwa perekonomian AS sedang mendingin tanpa melambat secara tajam, sehingga memperkuat harapan bahwa perekonomian akan memasuki kondisi soft landing – sebuah pandangan yang dapat mendukung greenback dalam jangka panjang seperti halnya perekonomian di Eropa, serta Asia, berjuang.
Data yang dirilis minggu ini sepertinya tidak akan mengubah pandangan pasar secara substansial, namun para pedagang juga akan mendapat kesempatan untuk mendengar pendapat dari beberapa pembicara The Fed, termasuk Presiden Fed Dallas Lorie Logan, yang akan berbicara pada hari Rabu, diikuti sehari kemudian oleh penampilan Presiden Fed New York John Williams , Gubernur Michelle Bowman, Gubernur Michael Barr dan Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee.
Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde dijadwalkan untuk berbicara di sesi ini, dan komentarnya akan dipelajari dengan cermat untuk mendapatkan petunjuk menjelang pertemuan penetapan kebijakan bulan ini. Ada banyak ketidakpastian seputar keputusan kebijakan ECB berikutnya, dengan inflasi yang masih jauh di atas target namun pertumbuhan zona euro lebih lemah dari perkiraan beberapa bulan lalu.
Data dari Tiongkok pada minggu mendatang kemungkinan menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini masih rapuh. PMI jasa Caixin untuk bulan Agustus akan dirilis pada hari Selasa dan diperkirakan menunjukkan ekspansi di sektor jasa sedikit melambat pada bulan lalu, sementara data perdagangan pada hari Kamis diperkirakan menunjukkan bahwa ekspor dan impor mengalami kontraksi lagi pada bulan Agustus dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari sentimen internal, Bank Indonesia (BI) optimis laju inflasi di dalam negeri diperkirakan akan terus menurun dan mencapai tingkat 3% pada akhir 2023. Sedangkan tingkat inflasi pada 2024 ditargetkan akan terjaga tetap rendah, yaitu berada di kisaran 2,5% hingga 3,5%.
"Pasalnya, tingkat inflasi yang rendah merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk itu, BI akan terus memperkuat bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi, terutama dengan koordinasi yang sangat erat dengan pemerintah," jelas Ibrahim.
Kemudian, kebijakan makroprudensial longgar antara lain melalui insentif likuiditas juga terus diperkuat sehingga mendorong perbankan menyalurkan kredit atau pembiayaan ke sektor prioritas, termasuk ke sektor terkait hilirisasi, pertanian, dan UMKM pangan.
Kebijakan di bidang sistem pembayaran juga terus diakselerasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, termasuk melalui perluasan fitur QRIS transfer, tarik, dan setor tunai (Tuntas), kerja sama di tingkat kawasan Asean, mendukung penyaluran bansos melalui elektronifikasi transaksi keuangan daerah.
(Taufik Fajar)