Mursyid mengatakan, dalam melaksanakan pekerjaan proyek-proyek tersebut, Waskita Karya selalu berkomitmen untuk meningkatkan penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) dan manajemen risiko, sehingga bisnis dapat berjalan secara profesional dan berintegritas.
“Salah satu perbaikan tata kelola yang dilakukan adalah dengan menjalankan mekanisme sentralisasi pembayaran keuangan secara erpusat yang sudah berjalan sejak kuartal kedua tahun ini, dan dilakukan secara paralel bersamaan dengan pengerjaan proyek-proyek strategis untuk pembangunan Indonesia. Selain itu, kami menjamin bahwa proyek yang ditugaskan kepada Waskita Karya tetap berjalan dan sesuai dengan target serta petunjuk dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN,” tambah Mursyid.
Untuk mencapai target dari Pemerintah tersebut, Waskita Karya saat ini sedang menyelesaikan proses restrukturisasi hutang kepada kreditur perbankan dan obligasi. Sebagai bagian dari proses restrukturisasi, Perseroan mengusulkan untuk menunda pembayaran kewajiban kepada kreditur perbankan dan obligasi atau standstill.
Penundaan pembayaran kewajiban ini diperlukan untuk menjaga likuiditas Perseroan, mengingat kas yang dapat secara leluasa digunakan oleh Perseroan sangat terbatas. Meskipun per 30 Juni 2023, Waskita Karya entitas induk masih memiliki kas sebesar Rp4,6 triliun, namun untuk dapat menggunakan sebagian besar dari kas tersebut, Perseroan memerlukan persetujuan dari seluruh kreditur perbankan dan obligasi atas usulan restrukturisasi Perseroan untuk dapat menyelesaikan proses restrukturisasi tersebut.
“Penyelesaian proses restrukturisasi sangat penting agar Perseroan dapat kembali beroperasi secara optimal dan mulai menyelesaikan kewajiban-kewajiban kepada seluruh kreditur baik perbankan, obligasi, maupun vendor,” tutup Mursyid.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)