JAKARTA - Serikat buruh mengaku kecewa dengan penetapan formula kenaikan upah minimum 2024.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat mengatakan kalau pasalnya formula baru yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51/2023 tentang Pengupahan sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja yang membuat besaran kenaikan upah menjadi kecil untuk tahun 2024.
BACA JUGA:
"Ketika ada penetapan upah kemarin membuat kami para buruh kecewa pada hasilnya," ujar Mirah dalam Market Review IDX Channel, Kamis (23/11/2023).
Mirah menjelaskan komponen pembentuk angka kenaikannya upah dalam PP 51/2023 itu terdiri dari inflasi tahun berjalan, pertumbuhan ekonomi tahun berjalan, dan indeks tertentu yang diwakili oleh alpha dengan nilai 0,1 - 0,3.
BACA JUGA:
Menurut Mirah pengukuran inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan tidak relevan menjadi penghitungan kenaikan upah untuk menjaga daya beli buruh di tahun depan.
Karena setiap penetapan upah, baru akan terealisasi pada tahun berikutnya yang mana kondisi makro ekonomi pun sudah berubah.
"Kami melihat ini tidak sesuai dengan ekspektasi pekerja buruh yang tuntutannya 15%, tentunya angka 15% bukan untuk memperkaya buruh," kata Mirah.
BACA JUGA:
Lebih lanjut menurutnya untuk kenaikannya upah tahun depan, kompak seluruh Provinsi di Indonesia tidak ada yang naik diatas 10%, rata-rata kenaikan upah berada di angka 5%, paling tinggi 7,5% dan paling rendah ada di angka 1,2%.
"Kenapa muncul rata-rata kenaikannya di bawah 5% karena formula yang sudah ditetapkan oleh PP 51/2023 dimana elemennya inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Disini masalahnya, ketika kita berbicara untuk kenaikannya angka tahun depan, tapi indikatornya menggunakan kondisi tahun ini, makanya tidak adil menurut kami," lanjutnya.
Kaum buruh pun menuntut kenaikan upah 15% kepada pemerintah sebagai masukan.
Angka tersebut diambil tidak berdasarkan formula yang tertuang dalam PP 51/2023, tapi ada formula tersendiri yang dibuat oleh partai buruh.
"Kalau formula kami memang memasukan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tapi ditambahin 64 item komponen hidup layak (KHL), bagaimana kebutuhan biaya sewa kontrakan rumah buruh, biaya makan, kesehatan pendidikan, Sehingga itu lebih fair," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)