JAKARTA - Komisi VII DPR sebagai mitra kerja Kementerian ESDM mempertanyakan alasan pergantian Menteri ESDM dari Arifin Tasrif ke Bahlil Lahadalia. Pasalnya, di sisa waktu sebelum pergantian pemerintah, tidak akan ada yang bisa dilakukan Menteri Bahlil di ESDM.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai, pergantian Menteri ESDM Arifin Tasrif ke Bahlil Lahadia tidak akan efektif karena sisa waktu pemerintahan kurang dari dua bulan.
Menurutnya, pembahasan program strategis Kementerian ESDM tidak akan tuntas. Oleh karena itu, Mulyanto menyebut pergantian menteri kali ini sebagai kerjaan yang sia-sia dari sisi kinerja. Bahkan lebih kuat pada bobot politiknya.
"Itu langkah bongkar-pasang yang kurang tepat. Apa yang bisa diharapkan dari menteri baru secara struktural dalam waktu kurang dari dua bulan. Pembahasan dengan DPR juga hanya tinggal satu masa sidang lagi. Jadi ini murni bersifat politis," ujar Mulyanto kepada MNC Portal Indonesia, Senin (19/8/2024).
Mulyanto menjelaskan, dari sisi perundangan, di ujung masa pemerintahan ini, pekerjaan rumah yang tersisa yang harus dituntaskan Menteri ESDM adalah RUU EBET, PP KEN (Kebijakan Energi Nasional), dan RUU Migas.
"Apa regulasi ini bisa diselesaikan kalau tiba-tiba berganti Menteri. Menurut saya justru akan semakin molor. Tidak perlu lah reshuffle sekarang. Presiden seperti kurang kerjaan," terang Mulyanto.
Mulyanto menambahkan yang lebih perlu dilakukan Presiden saat ini adalah menertibkan bidang kerja para menteri yang sermrawut. Bukan reshufle jelang suksesi.
"Dari pada ganti menteri lebih baik kembalikan tugas masing-masing kementerian sesuai tupoksinya," katanya.