JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menyatakan, kewajiban sertifikasi halal tetap diberlakukan mulai 18 Oktober 2024. Kewajiban sertifikasi halal ini untuk pengusaha menengah dan besar.
Kewajiban sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Pasal 140 regulasi ini mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2024.
"17 Oktober, ini kita berlakukan mandatori halal," kata Kepala BPJPH Aqil Irham saat Media Gathering 10 Tahun Undang-Undang Jaminan Produk Halal, Jumat (11/10/2024).
BPJPH kata Aqil akan menurunkan tim pengawas jaminan produk halal dan mengadakan rapat koordinasi di daerah masing-masing pada 13 Oktober 2024.
"Kita lakukan mitigasi pengawasan sertifikasi halal pada 17 Oktober," ujarnya.
Menurutnya, lebih dari 1.000 tenaga pengawas jaminan produk halal di kabupaten kota akan turun ke lapangan, sekaligus mempublikasikan bahwa kewenangan memberi sertifikasi halal pelaku usaha pada tahap pertama ini adalah BPJPH.
"Jadi bukan orang lain, atau siapapun," katanya.
Kemudian, pada 14 Oktober 2024, seluruh satuan tugas (satgas) sertifikasi halal akan turun ke lapangan di beberapa titik, misalnya rumah makan yang berada di mal dan beberapa titik yang ditetapkan BPJPH.
"Kalau belum halal, kita tanya kenapa, kenapa belum? Ini wajib, kita imbau dan kasih peringatan," ujarnya.
BPJPH telah menyiapkan dua sanksi bagi pelaku usaha yang belum menerapkan sertifikasi halal. Sanksi pertama yaitu peringatan dan kedua tidak boleh lagi berjualan. Namun, pihaknya akan tetap melakukan persuasif bagi pelaku usaha yang belum menerapkan sertifikat halal.
"Kita enggak boleh keras untuk sanksi kedua, kita persuasif dulu. Karena potensi masalah cukup besar, kita lakukan mitigasi. 'Oh kamu belum halal, tutup saja'. Enggak seperti itu, kita kasih peringatan dulu," ujarnya
Namun, kewajiban sertifikasi halal ini tidak berlaku bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK). Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman UMK dari 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026.
"Perlu dikasih waktu khusus untuk UMKM, paling lambat Oktober 2026," ujarnya.
Saat ini sedang dilakukan revisi PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal dan diharapkan revisi ini rampung sebelum 17 Oktober 2024.
"Kita sedang revisi PP untuk memasukkan klausul itu, supaya ada relaksasi. Memberi waktu pada Oktober 2026. Tapi untuk pelaku usaha menengah besar (sertifikasi halal) tetap berlaku 17 Oktober 2024," katanya.
Adapun pendaftaran sertifikasi halal melalui aplikasi Sihalal yang dapat diakses kapanpun dan dari manapun secara online selama 24 jam, sehingga memudahkan pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi halal. Pelaku usaha juga tidak perlu lagi membawa berkas-berkas dokumen persyaratan ke kantor BPJPH, atau PTSP di setiap Kanwil Kemenag atau Kankemenag kota/kabupaten di seluruh Indonesia.
Data Sertifikasi Halal
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan sekitar 5,3 juta produk sudah mendapatkan sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
"Saat ini Indonesia telah menunjukkan progres yang signifikan dalam penyelenggaraan jaminan produk halal. Dalam dunia internasional, peringkat SGIE meningkat terutama pada makanan dan minuman halal," kata Menag Yaqut dalam keterangannya.
Menag Yaqut menyampaikan bahwa kinerja BPJPH telah meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Saat ini di Indonesia sudah ada 5,3 juta produk halal yang tersertifikasi oleh BPJPH.
"Angka itu meningkat hampir 700 persen dari tahun 2019. Bahkan, proses layanan sertifikasi halal terus ditingkatkan sehingga hanya memakan waktu 21 hari dari yang sebelumnya bisa hingga 10 bulan," ujarnya.
Pemerintah juga perlu mempersiapkan penganggaran yang cukup untuk fasilitasi sertifikasi halal UMK melalui program self declare. Sebab, selama ini BPJPH mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitasi sertifikasi halal self declare bagi pelaku UMK, per tahun hanya dapat membiayai 1 juta sertifikat halal.
BPJPH akan memanfaatkan penundaan kewajiban ini untuk secara terus melakukan sosialisasi, edukasi, serta penguatan literasi dan publikasi kewajiban sertifikasi halal bagi pelaku UMK. Hal itu diharapkan dapat meningkatkan kesadaran atau awareness pelaku UMK terhadap pentingnya sertifikasi halal.
Pemerintah selama ini telah memberikan banyak kemudahan kepada pelaku usaha dalam mengurus sertifikasi halal. Misalnya, tarif sertifikasi halal yang murah, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal gratis bagi UMK, penataan kewenangan yang lebih baik, proses layanan yang lebih cepat melalui digitalisasi layanan sertifikasi halal, serta pemangkasan SLA dari 90 hari menjadi 21 hari.
Pemerintah juga telah membangun ekosistem halal, antara lain dengan memperbanyak Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dari 1 menjadi 72 LPH serta terbentuknya 17 Lembaga Pelatihan Jaminan Produk Halal yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, saat ini sudah ada 248 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H). Penguatan SDM layanan juga terus dilakukan dengan melatih 94.711 Pendamping Proses Produk Halal (P3H), 1.220 Auditor Halal yang berada pada 72 LPH, 7.878 Penyelia Halal.
(Feby Novalius)