Shinta menekankan bahwa keberhasilan implementasi MUK berpotensi menciptakan multiplier effect ekonomi nasional. Dengan luas kawasan hutan yang mencapai lebih dari 20 juta hektare, termasuk hutan sosial, adopsi luas dari skema ini akan menjadi tonggak penting dalam mendongkrak kontribusi sektor kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Transformasi dari bisnis kehutanan yang hanya berbasis kayu selama lebih dari 50 tahun tentu bukan hal mudah. Ini memerlukan proses adaptasi karena ekosistem bisnis baru masih dalam tahap pembentukan,” lanjutnya.
Namun, dalam skema MUK, peluang kerja sama bisnis terbuka lebar. Tidak hanya terbatas pada industri hilir berbasis kayu, kini pengusaha kehutanan dapat menjalin sinergi dengan berbagai sektor seperti industri makanan, farmasi, energi, dan lainnya.
Kadin juga menegaskan komitmennya untuk memfasilitasi kolaborasi lintas sektor guna mengatasi tantangan dalam pelaksanaan transformasi ini.
Dengan dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bappenas, serta Pemerintah Inggris, Kadin RFBH menargetkan percepatan inovasi di bidang jasa ekosistem melalui pendekatan biodiversity credits yang juga dibahas dalam dialog bersama FCDO Inggris baru-baru ini.
"Ini adalah peluang besar bagi Indonesia untuk menjadikan ekosistem hutannya sebagai kekuatan ekonomi baru yang mendukung konservasi, mitigasi perubahan iklim, dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan," pungkasnya.
(Taufik Fajar)