JAKARTA – Ketegangan antara India dan Pakistan kembali memuncak. Pada pagi ini, India melancarkan serangan ke wilayah Kashmir yang berada di bawah kendali Pakistan.
Serangan ini disebut sebagai respons atas aksi militan beberapa hari sebelumnya yang menewaskan sejumlah wisatawan di Pahalgam, wilayah Kashmir yang dikuasai India.
Ketegangan terbaru ini memperpanjang sejarah konflik berkepanjangan antara dua negara bertetangga yang sama-sama memiliki senjata nuklir. Wilayah Kashmir telah lama menjadi titik panas yang kerap memicu bentrokan bersenjata dan krisis diplomatik antara New Delhi dan Islamabad.
Di tengah konflik yang terus berlangsung, perbandingan kondisi ekonomi kedua negara menjadi sorotan penting. India dan Pakistan, yang dulunya merupakan satu wilayah di bawah pemerintahan kolonial Inggris, kini menunjukkan perkembangan ekonomi yang sangat kontras.
Lembaga pemeringkat global Moody’s telah mengeluarkan peringatan kepada Pakistan.
“Eskalasi ketegangan yang berkepanjangan dengan India kemungkinan akan membebani pertumbuhan Pakistan dan menghambat konsolidasi fiskal pemerintah yang sedang berlangsung, sehingga menghambat kemajuan Pakistan dalam mencapai stabilitas ekonomi makro,” tulis Moody’s, dikutip dari Firstpost.com, Rabu (7/5/2025).
Sebaliknya, Moody’s memperkirakan bahwa keadaan ekonomi makro India akan tetap stabil, berkat tingkat pertumbuhan yang moderat namun tetap tinggi di tengah kuatnya investasi publik dan konsumsi swasta. Karena ketegangan yang terus meningkat antara kedua negara bersenjata nuklir ini, Moody’s turut menganalisis dan membandingkan kondisi ekonomi masing-masing. Lembaga ini juga menilai potensi dampak dari konflik besar-besaran terhadap perekonomian kedua negara.
Perekonomian kedua negara kini sangat berbeda. Produk Domestik Bruto (PDB) India mencapai USD4,2 triliun pada tahun 2024, sementara PDB Pakistan hanya sebesar USD374 miliar. Bank Dunia mencatat, pada tahun 2022, PDB India mencapai USD3,39 triliun—800% lebih besar dari PDB Pakistan yang tercatat USD376,53 miliar.
PDB per kapita India juga jauh lebih tinggi. PDB per kapita India meningkat dari USD1.560 pada tahun 2014 menjadi USD2.711 pada tahun 2024. Sebaliknya, PDB per kapita Pakistan hanya naik dari USD1.424 pada tahun 2014 menjadi USD1.581 pada tahun 2024, menunjukkan pertumbuhan yang sangat minim, hanya sekitar 11% dalam satu dekade.
Selain itu, data inflasi menunjukkan bahwa India berhasil menjaga inflasi tetap relatif stabil, dari 4,9% pada tahun 2015 menjadi 4,7% pada tahun 2024. Sebaliknya, inflasi di Pakistan melonjak tajam, dari 4,5% pada 2015 menjadi 23,4% pada 2024. Menurut sejumlah laporan media, harga kebutuhan pokok seperti beras, tepung, sayuran, buah-buahan, dan ayam mengalami lonjakan yang signifikan di Pakistan. Harga beras naik menjadi 340 Rupee Pakistan per kilogram (setara Rp66.200 dengan kurs saat ini), dan harga ayam mencapai 800 Rupee Pakistan per kilogram (sekitar Rp155.765).
Perbedaan paling mencolok lainnya tampak pada cadangan devisa. Cadangan devisa India kini melebihi USD688 miliar, sedangkan Pakistan baru saja melampaui USD15 miliar. Dalam perdagangan internasional, India juga unggul jauh. India mencatat nilai ekspor sebesar USD779,45 miliar pada 2023, sementara Pakistan hanya USD35,41 miliar. Menurut analisis Moneycontrol, nilai perdagangan (ekspor dan impor) India pada tahun 2023 mencapai 17 kali lipat dibanding Pakistan.
Dalam hal ketenagakerjaan, data juga menunjukkan perbedaan yang mencolok. Tingkat pengangguran India diperkirakan turun menjadi 4,99% pada 2025, dari 8,99% pada 2018. Sementara itu, tingkat pengangguran Pakistan diperkirakan naik menjadi 8,8% pada tahun yang sama.
(Feby Novalius)