JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada perdagangan Senin (22/9/2025). Mengutip data Refinitiv, rupiah dibuka di posisi Rp16.600 per USD atau terkoreksi 0,09 persen. Pada penutupan pekan lalu, rupiah berada di Rp16.585 per USD, melemah secara kumulatif 1,28 persen sepekan.
Salah satu penyebab utama pelemahan ini adalah pernyataan-pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang bikin investor bingung, meski juga ada sentimen luar negeri. Lalu apa kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo?
Perry menegaskan bahwa meskipun tekanan global dan domestik masih tinggi, BI berkomitmen menjaga stabilitas rupiah melalui berbagai instrumen intervensi.
“Untuk nilai tukar kami laporkan tetap terkendali, komitmen kami untuk melakukan stabilisasi karena ketidakpastian yang tinggi baik dari global maupun dari domestik, kami terus melakukan intervensi baik di pasar luar negeri melalui offshore non-delivery forward maupun pasar dalam negeri melalui transaksi secara tunai atau spot-spot domestik non-delivery forward maupun juga bagaimana kami melakukan pembelian SBN di pasar sekunder,” jelas Perry dalam Raker Komisi XI DPR, Senin (22/9/2025).
Perry mencatat, sepanjang September nilai tukar Rupiah justru sempat menguat 0,30 persen dibandingkan Agustus, meskipun dalam beberapa pekan terakhir tekanan meningkat.
“Komitmen kami bahwa tren nilai tukar ke depan akan bergerak stabil dan bahkan ada kecenderungan menguat sejalan dengan komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah sementara dan prospek pertumbuhan ekonomi yang cukup baik,” tambahnya.
Dari sisi global, Perry menyebut ketidakpastian masih cukup tinggi seiring langkah bank sentral AS (The Fed) yang telah menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR).
Indeks dolar (DXY) kini berada dalam tren pelemahan, meskipun pergerakannya masih dipengaruhi dinamika ekonomi dan politik.
“DXY tren menurun meskipun minggu ke minggu mata uang dolar dipengaruhi oleh dinamika ekonomi dan politik yang terjadi. Maka aliran modal ke emerging market memang masih terjadi volatilitas,” katanya.
Dengan demikian, Perry optimistis ke depan Rupiah tetap stabil dan bahkan berpotensi menguat, sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih positif.
Sebelumnya, pengamat pasar uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, salah satu penyebab utama pelemahan ini adalah pernyataan-pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Ibrahim menilai, pernyataan Purbaya tidak mencerminkan sikap seorang Menteri Keuangan dan cenderung berbau politis, sehingga membingungkan pasar.
"Penyebab utama adalah perkataan, testimoni-testimoni yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya tidak mencerminkan sebagai seorang Menteri Keuangan," ujar Ibrahim dalam keterangannya.
"Ya, semua berbau politis, memudahkan, menggampangkan hal-hal yang sudah dilakukan oleh Menteri Keuangan sebelumnya, yaitu Sri Mulyani," imbuhnya.
Ibrahim menambahkan bahwa Purbaya seharusnya fokus pada kinerja daripada memberikan pernyataan yang membingungkan pasar, yang pada akhirnya membuat arus modal asing kembali ditarik keluar dari Indonesia.
(Dani Jumadil Akhir)