JAKARTA – Bangunan di Indonesia menyumbang 33% emisi gas rumah kaca, di mana penggunaan pendingin menjadi salah satu kontributor terbesar. Oleh karena itu, percepatan transisi menuju bangunan rendah karbon dengan penerapan langkah-langkah efisiensi energi menjadi sangat penting dan mendesak.
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pun menyatakan komitmennya untuk mencapai target kinerja efisiensi sumber daya pada bangunan yang dikelola oleh pemerintah maupun sektor swasta.
“Sektor bangunan merupakan salah satu kontributor terbesar emisi di Indonesia. Hal ini menjadi perhatian serius bagi Pemerintah dalam mendorong berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung upaya pengurangan emisi. Untuk mempercepat upaya ini, Pemerintah mendorong keterlibatan pemangku kepentingan melalui program peningkatan kapasitas serta mendukung pemerintah daerah dalam penerapan dan sertifikasi bangunan hijau,” ujar Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti, Minggu (28/9/2025).
Bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian PUPR mengumpulkan para pemangku kepentingan utama sektor bangunan, termasuk pemerintah, pemilik bangunan, lembaga pembiayaan, serta produsen pemanas, ventilasi, dan pendingin udara (HVAC), untuk membahas upaya dan kemajuan Indonesia menuju masa depan bangunan berkelanjutan dan rendah karbon.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa efisiensi energi merupakan langkah strategis dan hemat biaya untuk mempercepat transisi energi sekaligus mendukung target Net Zero Emission Indonesia.
“Efisiensi energi dapat berkontribusi menurunkan hingga 37% emisi nasional, sekaligus memberikan manfaat langsung bagi masyarakat melalui penghematan tagihan listrik dan penggunaan teknologi yang lebih cerdas,” ujarnya.
Dia menekankan peran penting green public procurement (GPP) dalam mendorong adopsi AC hemat energi di Indonesia.
“Dengan memasukkan kriteria efisiensi dalam kebijakan pengadaan, dan memastikan produk hemat energi tersedia di e-katalog nasional, kita tidak hanya mengirim sinyal kuat ke pasar, tetapi juga membantu masyarakat memperoleh akses yang lebih mudah terhadap teknologi hijau,” tambahnya.
Konsumsi energi di sektor bangunan di ASEAN dan Indonesia terutama dipicu oleh penggunaan pendingin udara akibat iklim tropis dan tingkat kelembapan yang tinggi.
Dalam pertemuan tersebut, ASEAN Centre for Energy (ACE) memperkenalkan Pedoman Pengadaan Hijau (Green Public Procurement) untuk pendingin udara hemat energi guna memperkuat permintaan pasar terhadap solusi pendinginan yang efisien di Indonesia.
Direktur Eksekutif ACE, Dato’ Ir. Ts. Razib Dawood, mengatakan, pengadaan hijau adalah inisiatif yang efektif untuk mendorong transisi rendah karbon di Asia Tenggara. Dengan memasukkan efisiensi dalam keputusan pengadaan barang dan jasa pemerintah—terutama untuk pendingin udara yang menyumbang porsi terbesar konsumsi energi bangunan—pemerintah dapat memberi teladan.
“Pendekatan ini tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga memberi sinyal pasar untuk berinovasi, mendorong produsen dan pemasok di kawasan untuk memprioritaskan efisiensi dan keberlanjutan dalam produk mereka,” ujarnya.
Sebagai informasi, ASEAN Centre for Energy (ACE), Global Green Growth Institute (GGGI), dan HEAT International melalui Proyek Asia Low-Carbon Buildings Transition (ALCBT), bekerja sama dengan ASHRAE Indonesia Chapter, dengan bantuan dari International Climate Initiative (IKI), terus mempercepat transisi menuju bangunan rendah karbon di Asia Tenggara dan Indonesia melalui langkah-langkah efisiensi energi.
Proyek ALCBT bertujuan memanfaatkan momentum dari dialog ini untuk merumuskan rekomendasi kebijakan utama bagi Pemerintah Indonesia
(Feby Novalius)