JAKARTA - Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara menyampaikan soal nasib proyek Bandar Udara Bali Utara. Pembangunan bandara tersebut masih memerlukan persetujuan Kementerian Lingkungan Hidup, karena lokasi yang akan digunakan berada di kawasan Taman Nasional Bali Barat.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, menjelaskan, Kementerian Perhubungan berkewajiban memastikan setiap program infrastruktur transportasi udara berjalan sesuai dengan regulasi nasional, standar keselamatan internasional, dan prinsip pembangunan berkelanjutan.
"Seluruh prosesnya harus dilaksanakan secara tertib, transparan, dan sesuai ketentuan hukum agar pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan," ujar Lukman, Senin (6/10/2025).
Pembangunan Bandar Udara Bali Utara wajib memiliki Penetapan Lokasi oleh Menteri Perhubungan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun 2023. Penetapan ini diajukan oleh pemrakarsa bandar udara, yang dapat berupa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum Indonesia.
Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025 - 2029 terdapat indikasi pembangunan Bandar Udara Internasional Bali Baru/Bali Utara sebagai dukungan peningkatan pariwisata di Pulau Bali, namun dalam RPJMN tersebut tidak menyebutkan lokasinya.
Sejalan dengan RPJMN, Pemerintah Provinsi Bali mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan lokasi pembangunan Bandar Udara Bali Utara.
Penetapan lokasi (Penlok) pertama diusulkan dan ditetapkan di Desa Kubutambahan, akan tetapi Gubernur Bali membatalkan Penlok di Desa Kubutambahan dan mengusulkan lokasi baru di Desa Sumberklampok yang tercantum dalam Surat Gubernur Bali Nomor 553.2/7822/DISHUB tertanggal 19 November 2020 perihal Pembatalan Usulan Penetapan Lokasi di Kabupaten Kubutambahan dan Usulan Penetapan Lokasi Baru di Desa Sumberklampok.
(Feby Novalius)