JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan yang merugikan negara dalam hasil pemeriksaan atas pengelolaan belanja pembangunan Pelabuhan Patimban.
Temuan tersebut tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2024, yang menyoroti berbagai ketidaksesuaian teknis, pemborosan keuangan negara, hingga kelemahan dalam tata kelola proyek strategis nasional itu.
Dari hasil pemeriksaan, BPK menemukan bahwa pengelolaan belanja pembangunan Pelabuhan Patimban tahun 2023 hingga semester I tahun 2024 secara umum telah dilaksanakan sesuai kriteria, namun masih terdapat beberapa pengecualian.
Salah satu temuan utama BPK adalah ketidaksesuaian kualitas lapis perkerasan AC-Base dan perhitungan volume item pekerjaan pada paket konstruksi yang dibiayai melalui dana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) di wilayah backup area Pelabuhan Patimban.
Ketidaksesuaian itu ditemukan dalam pekerjaan pembangunan saluran drainase dan outer road wilayah backup area segmen II, serta pembangunan gerbang masuk (Gate I) dan Gate II Pelabuhan Patimban tahun anggaran 2022. Akibatnya, terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp2,24 miliar.
“BPK merekomendasikan Menteri Perhubungan untuk memerintahkan pejabat pembuat komitmen (PPK) kedua paket pekerjaan SBSN agar memulihkan kerugian negara sebesar Rp2,24 miliar dan Inspektorat Kementerian Perhubungan agar memverifikasi proses pemulihan kerugian negara atas kedua pekerjaan tersebut,” tulis IHPS II 2024 dikutip dari laman resmi BPK, Minggu (9/11/2025).
Selain itu, BPK juga menemukan pengadaan kendaraan dan barang elektronik senilai Rp7,62 miliar yang bersumber dari pinjaman luar negeri melalui Loan Japan International Cooperation Agency (JICA) tidak digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Barang-barang tersebut justru dipakai untuk operasional kantor KSOP Kelas II Patimban, yang tidak sesuai dengan ketentuan Loan Agreement karena dana pinjaman JICA seharusnya hanya digunakan untuk pekerjaan sipil, jasa konsultansi, dan biaya terkait proyek. Akibat penyimpangan itu, negara menanggung pemborosan keuangan sebesar Rp7,62 miliar.
“BPK merekomendasikan Menteri Perhubungan untuk memberi sanksi kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) KSOP Kelas II Patimban agar dalam melaksanakan permintaan kebutuhan operasional kantor berpedoman pada ketentuan yang berlaku,” lanjutnya.
BPK juga menyoroti pemborosan Rp2,92 miliar akibat adanya penambahan supporting staff for employer dalam kontrak jasa konsultansi desain dan supervisi pembangunan fasilitas pelabuhan. Posisi tersebut ternyata diisi oleh personel KSOP Kelas II Patimban yang seharusnya sudah menjadi bagian dari tim pelaksana pemerintah.
Secara keseluruhan, BPK mencatat terdapat sembilan temuan dengan 13 permasalahan dalam pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan belanja pembangunan Pelabuhan Patimban, mencakup kelemahan sistem pengendalian internal, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp4,48 miliar, serta permasalahan 3E (economy, efficiency, effectiveness) senilai Rp10,54 miliar.
Pelabuhan Patimban sendiri merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2016. Proyek yang dikelola Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan ini terbagi menjadi empat tahap dan dibiayai melalui kombinasi dana Loan JICA, SBSN, APBN, serta PNBP.
Iqbal Dwi Purnama
(Feby Novalius)