JAKARTA - Penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi menjawab inefisiensi industri pupuk nasional yang selama menjadi evaluasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Melalui aturan baru ini, Wakil Ketua Komisi IV DPR Panggah Susanto mengatakan, Pemerintah telah mengubah skema pupuk subsidi cost plus menjadi marked to market yang mendukung efisiensi dan transparan bagi industri pupuk nasional.
”Komisi IV DPR RI mendukung kebijakan Presiden (Perpres 113 Tahun 2025) terkait subsidi pupuk, karena dengan skema cost plus margin menyebabkan inefisiensi di industri pupuk,” kata Panggah di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Skema pupuk bersubsidi berbasis cost plus telah diterapkan selama kurang lebih 56 tahun. Selama periode tersebut industri pupuk sulit untuk melakukan revitalisasi atau pembangunan pabrik baru yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, Panggah mengungkapkan bahwa Komisi IV DPR mendukung penerbitan Perpres 113 Tahun 2025 agar tidak menghambat perkembangan industri pupuk nasional.
”Dengan margin efektif yang diterima perusahaan pupuk hanya sekitar 4%, untuk industri manufaktur itu tidak cukup untuk mengadakan replacement pabrik-pabrik yang berumur tua. Saat ini beberapa pabrik sudah berusia tua lebih dari 40 tahun seperti Kujang 1, PIM 1 dan beberapa unit lagi,” kata Panggah.
Panggah menyebut perubahan kebijakan dari cost plus margin ke subsidi di hulu sangat penting. Panggah mengatakan perubahan kebijakan ini akan memberikan ruang untuk industri pupuk berkembang, termasuk mengembangkan industri lain, khususnya industri kimia yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
”Kalau kebijakan ini tidak diubah maka kemampuan industri pupuk yang sudah dibangun dalam waktu lama, akan kehilangan kemampuan mengembangkan usaha, termasuk pengembangan industri lain di luar business line pupuk,” tambahnya.