JAKARTA - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan buka-bukaan terkait polemik Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah.
Luhut menjelaskan awal mula Bandara IMIP dibangun. Diakui Luhut, pendirian Bandara IMIP merupakan keputusan dirinya saat masih menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
"Mengenai izin pembangunan lapangan terbang khusus di kawasan industri, keputusan itu diambil dalam rapat resmi yang saya pimpin bersama lintas instansi terkait," kata Luhut dalam pernyataannya, Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Luhut menjelaskan, fasilitas ini lazim diberikan kepada investor sebagaimana dilakukan di negara-negara seperti Vietnam dan Thailand. Hal ini setelah adanya investasi China masuk ke Indonesia.
"Jika mereka berinvestasi USD 20 miliar. waiar mereka meminta fasilitas tertentu selama tidak melanggar ketentuan nasional. Bandara khusus diberikan hanva untuk melavani penerbangan domestik dan memang tidak memerlukan Bea Cukai atau imigrasi sesuai aturan perundang-undangan," ujar Luhut.
"Tidak pernah kami pada saat itu mengizinkan bandara di Morowali atau Weda Bay menjadi bandara internasional," tambahnya.
Terkait masalah lingkungan sejak 2021, Luhut meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar menindak tegas perusahaan-perusahaan industri hilir asal China yang belum memenuhi standar lingkungan.
"Untuk memastikan seluruh operasi mematuhi standar dan tidak ada negara dalam negara yang melanggar hukum kita," katanya.
Investasi USD20 Miliar
Luhut menjelaskan, hingga saat ini, total nilai investasi di sektor hilirisasi mencapai USD71 miliar, di mana untuk Morowali nilainya mencapai lebih dari USD20 miliar mempekeriakan lebih dari 100 ribu tenaga kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara signifikan sampai saat ini.
Baginya, hilirisasi nikel penting sebagai langkah perubahan besar untuk Indonesia mendapatkan nilai tambah yang lebih baik dari sumber daya yang ada saat ini. Ide itu sudah dimiliki olehnya sejak 2001.
Menurut Luhut, pembangunan kawasan industri Morowali dimulai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan pada era Presiden Joko Widodo. Kemudian dari situlah lahir pemikiran bahwa Indonesia tidak boleh terus mengekspor bahan mentah, alias hilirisasi di Morowali dimulai.
Luhut mengaku tidak mudah untuk mencari investor yang mau menggarap proyek hilirisasi. Setelah mempelajari kesiapan negara-negara dari segi investasi, pasar, dan teknologi, hanya Tiongkok (China) yang saat itu yang siap dan mampu memenuhi kebutuhan mewujudkan hilirisasi nikel.
"Atas izin Presiden Joko Widodo, saya bertemu Perdana Menteri Li Qiang untuk menyampaikan permintaan Indonesia agar Tiongkok dapat berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi," ujar Luhut.
Luhut mengatakan, setelah melalui pembahasan mendalam, dirinya mengusulkan secara formal hilirisasi kepada Presiden. Dijelaskan Luhut kala itu, bahwa hilirisasi nikel dua hingga tiga tahun pertama akan berat, tetapi setelah itu manfaatnya akan terlihat jelas.
"Hanya dalam waktu satu bulan, Presiden menyetujui langkah tersebut, dan Tiongkok pun siap bekerja sama. Amerika Serikat tidak memiliki teknologi ini, dan hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Elon Musk ketika bertemu saya beberapa waktu lalu, bahwa AS tertinggal cukup signifikan dari Tiongkok," kata Luhut.
Dia menambahkan, dalam setiap kerja sama investasi strategis, terdapat sejumlah ketentuan yang ditetapkan dan disampaikan kepada Tiongkok untuk memastikan bahwa investasi tersebut membawa manfaat maksimal bagi Indonesia.
Ketentuan-ketentuan ini berlaku bagi seluruh mitra internasional, termasuk Tiongkok, dan menjadi landasan dalam setiap proses negosiasi, diantaranya:
1. Penggunaan Teknologi Terbaik
Seluruh investor diwajibkan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan tidak diperkenankan membawa teknologi kelas dua (second-class technology). Kami memastikan bahwa standar lingkungan Indonesia dipatuhi secara ketat.
2. Pemanfaatan Tenaga Kerja Lokal
Investor asing wajib memprioritaskan tenaga kerja Indonesia. Kami memahami bahwa di daerah luar Jawa, khususnya wilayah Timur yang masih berkembang, terdapat keterbatasan tenaga ahli. Namun, kewajiban penggunaan tenaga kerja lokal tetap menjadi prinsip utama, dengan ruang pendampingan dan pelatihan untuk mengisi kekurangan keahlian tersebut.
3. Pembangunan Industri Terintegrasi dari Hulu ke Hilir
Luhut mengatakan, setiap investasi harus berkontribusi pada pembangunan industri yang terintegrasi dari proses hulu hingga hilir agar menghasilkan nilai tambah signifikan bagi perekonomian nasional. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi negara industri yang berdaya saing.
Saat ini Indonesia memiliki ekosistem lithium baterai, baik LFP atau NCM, yang cukup lengkap, saya kira no tiga setelah Tiongkok, dan Korea Selatan. Kita sudah bisa mengekspor anoda, katoda dan lithium hydroxide/carbonate yg merupakan elemen penting dalam lithium baterai. Banyak negara negara lain yg ingin mencontoh kita.
4. Transfer Teknologi dan Capacity Building
Dalam pertemuan resmi dengan Perdana Menteri Tiongkok, Menteri Perdagangan, dan Menteri Luar Negeri mereka, Luhut menegaskan bahwa kerja sama harus mencakup transfer teknologi.
"Mereka menyetujui ini, sehingga program capacity building dapat berjalan untuk meningkatkan kemampuan SDM Indonesia," pungkasnya.
(Dani Jumadil Akhir)