Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Manajemen Telkomsel Dituding Korupsi

Stefanus Yugo Hindarto , Jurnalis-Selasa, 15 November 2011 |08:03 WIB
Manajemen Telkomsel Dituding Korupsi
Ilustrasi. Foto: Corbis
A
A
A

JAKARTA - Aksi mogok kerja yang dilakukan sejumlah karyawan Telkomsel beberapa waktu lalu, dinilai sebagai puncak kekecewaan terhadap bobroknya kinerja manajemen operator terbesar di Indonesia tersebut.

Tak hanya itu, manajemen Telkomsel juga dituding telah melakukan korupsi dalam sejumlah proyek. Sebuah blog yang mengatasnamakan Direktur Perencanaan Telkomsel Heryono Herfini, tertanggal 13 November 2011 (http://hherfini.blogspot.com/) mengungkapkan sejumlah permasalahan di internal anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) tersebut.

"Sebagai salah satu pendiri Telkomsel dari pertama kali, saya sangat prihatin dengan kondisi Telkomsel saat ini. Dan sebagai Direktur Perencanaan dan Pengembangan Telkomsel dan calon Direktur Utama Telkomsel, saya juga prihatin melihat kondisi Telkomsel saat ini. Terutama pascaterjadinya demo besar-besaran yang dilakukan oleh karyawan Telkomsel baru-baru ini," tulis blog yang mengatasnamakan Herfini tersebut, seperti dikutip okezone, Selasa (15/11/2011).

Alasan Herfini menuliskan blog tersebut seperti dikutip dari blog itu, karena dirinya mempunyai rasa memiliki yang sangat besar dengan Telkomsel. "Saya sangat menyayangkan, kenapa karyawan ini tidak mau tahu dan mengerti, tindakan mereka ini justru merugikan Telkomsel," katanya.

Herfini dalam blognya mengklaim, tulisan di blog itu merupakan hasil diskusi dengan Komisaris Utama PT Telkomsel Rinaldi Firmansyah.

Menurutnya, masih dalam blog tersebut, kedisharmonisan ini disebabkan adanya kesalahan dalam mengatur manajemen PT Telkomsel, dan Manajemen Telkomsel saat ini jauh dari harapan, di mana manajemen Telkomsel saat ini lebih condong ke Manajemen Korup.

Dia mencontohkan, menurunnya EBITDA Margin Telkomsel, disebabkan oleh adanya proyek-proyek yang tidak jelas, yang dilakukan oleh Dirut PT Telkomsel, Sarwoto Atmosutarno.

"Dirut Telkomsel dengan project-project mercusuarnya, membuat expense Telkomsel menjadi besar," ungkapnya.

Adapun project Mercusuar tersebut di antaranya, project Amdocs, CRM, dan swap BTS. Dia mengatakan, sejak awal masuk ke Telkomsel Project Amdocs ini sangat fenomenal, dengan asumsi, bahwa billing existing Telkomsel yang menggunakan Convergys, menyebabkan Telkomsel sulit untuk penetrasi pasar lebih dalam, karena kemampuan Convergys ini sangat terbatas, dan membuat Telkomsel sulit untuk membuat product inovasi baru.

"Atas dasar itu, project tanpa tender ini langsung di assign oleh Dirut PT Telkomsel, dengan menunjuk langsung AMDOCS, sebagai product dan implementasi dari Billing baru Telkomsel," bebernya.

Project mercusuar ini, telah menyerap cost sebesar Rp2 triliun, sungguh angka fantastis, dan Telkomsel sudah membuang investasi billing selama ini, yang telah membuat Telkomsel mampu meraih prestasi tertinggi di dunia selular. Jika kita mau jujur, investasi Convergys billing dan IN Siemens tidaklah kecil.

"Investasi tersebut hilang sebelum saatnya, sehingga menyebabkan kerugian bagi Telkomsel. Dan sampai saat ini AMDOCS tidak lebih baik dari Convergys, dan implementasi AMDOCS ini membuat jengkel para karyawan Telkomsel, karena membuat mereka pontang panting di semua lini untuk mensupport AMDOCS ini. Dan hasil yang diharapkan dari AMDOCS ini nihil," katanya.

"Angka Rp2 triliun itu yang menyebabkan Telkomsel harus mengecilkan EBITDA MARGIN. Siapakah yang harus bertanggung jawab? Siapa lagi jika bukan Pak Sarwoto," katanya.

Sementara itu dalam Project CRM  nilai investasi hampir Rp1 triliun. "Di sini lah awal dari perseteruan antara Komisaris Utama, Pak Rin dengan Pak Sarwoto," katanya.

Rinaldi, sebagai Komut melihat perlu adanya sinkronisasi CRM dengan perusahaan induk dalam hal ini PT Telkom, untuk  menggunakan product yang sama, yaitu SAP. Namun Pak Sarwoto menolak intervensi PT Telkom dalam hal ini Komisaris Utama. Sehingga terjadi ancam mengancam satu sama lain.

Berikutnya adalah Project Swap BTS. Murahnya product China di awal investasi ternyata tidaklah benar, total cost-nya ternyata sama dengan product Eropa yang jelas-jelas lebih mature dan memiliki realiability jauh lebih baik.

"Perangkat Telkomsel yang selama ini dipakai, diganti begitu saja oleh product China atas perintah Dirut Telkomsel. Investasi Triliunan ini membuat Telkomsel harus menurunkan EBITDA MARGIN-nya," katanya.

Permasalahan lain yang menyebabkan disharmonisasi adalah adanya perang dingin antara komisaris utama telkomsel dengan Dirut Telkomsel. Perang dingin ini dimulai kurang lebih satu setengah tahun yang lalu, ketika Project CRM ini dimulai.

"Dirut Telkomsel selalu menggembar gemborkan dirinya masih keluarga dekat dengan salah satu Deputy Meneg BUMN yang membawahi PT Telkomsel, sehingga mengakibatkan saling ancam mengancam antara Dirut PT Telkomsel dengan Komut PT TELKOM," ujarnya.

Hal ini berdampak buruk pada investasi dan perkembangan Telkomsel, karena untuk membuat investasi baru, campur tangan PT TELKOM terlalu jauh, sebut saja Dirkeu PT Telkom, bisa direct langsung ke bawahan saya untuk mengontrol project yang ada dan untuk me-release budget.

"Buruknya komunikasi ini juga berimpak pada gagalnya penambahan budget ataupun pengembangan dari investasi tekhnologi baru, karena setiap rapat dekom ataupun radir, jika ada KOMUT Telkomsel, Dirut Telkomsel menghindar, dan tidak menghadiri rapat dekom tersebut," tandasnya.

Hal ini berdampak negatif terhadap iklim kerja di PT Telkomsel. Dampak dari sulitnya pengajuan budget baru kepada pemegang saham ini, yang membuat kami selalaku BOD PT Telkomsel, harus mengorbankan expense karyawan, dengan cara mencari celah dari remunerasi yang bisa kami hindari, dan ternyata celah itu terbaca oleh karyawan PT Telkomsel, sehingga menyebabkan mereka turun ke jalan.

"Kebuntuan komunikasi ini memang dilatarbelakangi oleh sebuah kepentingan, yaitu besarnya capex Telkomsel, yang menjadi pundi-pundi untuk menyetorkan ke pihak pihak yang ada di kementerian BUMN," tandasnya.

Blog itu juga mengklaim, bukan sebuah rahasia lagi jika untuk mempertahankan posisi Dirut Di PT TELKOM dan PT Telkomsel, harus mengeluarkan expense sampai Rp100 miliar yang disetorkan ke salah satu petinggi di BUMN.

"Bahkan saya saja untuk mengikuti asessment dan terpilih menjadi kandidat utama pengganti Dirut PT Telkomsel sudah mengeluarkan uang sebanyak Rp20 miliar," tukasnya.

Sementara itu, ketika dihubungi okezone melalui telepon selulernya pagi Selasa (15/11/2011) pagi, telepon Herfini tidak aktif, hanya nada tinggalkan pesan yang terdengar.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement